10 Malam Ramadan Terakhir ibu Desi
Rumah ibu Desi sangat dekat
dengan masjid, hanya berjarak 500 meter. Tidak perlu banyak tenaga untuk sampai
di masjid. Sehingga ibu Desi selalu melibat diri pada semua aktivitas masjid.
Bgi Ibu desi Masjid adalah rumah kedua yang harus dijaga setelah rumahnya
sendiri. Masjid bersama dengan semua yang ada disana termasuk para
pengunjungnya.
Oleh karenanya, Ibu Desi sangat
diperlukan untuk menyemarakan bulan puasa, khususnya di masa pandemic ini.
Puasa di tahun ini tentu saja agakberbeda dengan tahun sebeumnya, termasuk
penggunaan masker, mencuci tangan sebelum masuk masjid dan menjaga jarak.
Meskipun kadang beberapa orang masih bebal, termasuk ibu Desi juga. Lupa, ituah
alasan paling spetakuler. Yang lainnya, kebiasaanya dekat-dekat biar tambah
rapat, eh ini disuruh berjauahan kayak lagi marahan, kan tidak enak dihati.
Disaat seperti itu, dia hanya
bisa mohon maaf atas khilaf. Semoga virus korona berakhir.
Ibu Desi diberikan banyak
perintah oleh Ibu kepala desa untuk terus mengamankan masjid, alias mengamati
serta meninjau pelaksanaan prokes semasa bulan Ramadhan. Sebagai warna desa
yang baik, tentu saja ibu Desi dengan sennag hati mengiyakan permintaan sang
penguasa desa.
Setiap hari, sebelum masuk shalat
ashar, ibu desi sudah menyiapkan semua alat wajib dalam menghalau virus korona,
termasuk masker dan alat cuci tangan. Semua sudah disiapkan di tempat
masing-masing. hanya perlu tertib dan mematuhi aturan, itulah yang disampaikan
oleh dinas kesehatan daerah.
Desa Muncul Sari, desa yang tidak
terlalu ramai. Hanya saja, semua warga desa mempunyai hobi yang sama. Suka
kumpul-kumpul. Bapak-bapak berkumpul bersama bapak-bapak. Ibu-ibu berkumpul
bersama ibu-ibu. Anak-anak berkumpul bersama anak-anak. Jika ada yang
menyebrang, pertanda ada kelainan yang terjadi alias penyebaran gossip semakin
meluas tanpa syarat.
Sudah hobi, katanya ibu Desi.
Waktu ditanya mengapa dia yang paling semangat melakukan komando. Semua acara
desa tanpa ibu Desi rasanya ada yang kurang. Kurang semarak. Waktu ditanya
“mengapa tidak jadi kepala desa saja? Ibu desi hanya menjawab itu bukan
ke-ahlian-nya. Hahahaha
10 malam terakhir mulai malam 19,
20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, Lebaran. Kegiatan desa sangat semarak. Beberapa
kegiatan yang akan dilakukan diantaranya nuzulul qur’an, iktikaf, dan terakhir
adalah takbiran.
Malam Nuzulul qur an biasanya
diisi dengan khataman al quran yang diikuti oleh warga yang mau saja. Membaca
al-quran secara bergantian sampai selesai dan terakhir diisi dengan doa oleh
imam masjid. Selain itu ada kue-kue dan teh panas khusus yang dibagikan bagi
para jamaah.
Kegiatan I’tikaf hanya dilakukan
sedikit oleh bapak-bapak. Biasanya dilakukan setelah shalat teraweh, sepuasnya
dan dilanjutkan setelah sahur dan setelah shalat subuh. Tidak ada batasan.
Hanya dilakukan bagi yang mau saja. Tidak ada paksaan. Nyamankan hidup sebagai
orang islam.
Malam takbiran adalah malam
perayaan, malam terbahagia bagi siapa saja. termasuk untuk anaknya ibu Desi.
Dalam agama, mereka bersedih
ditinggal malam suci, malam kemulian, malam penuh berkah. Tidak dengan para
warga Negara +62, mereka lebih suka merayakan dengan membuat makanan yang
paling enak, aneka kue untuk dihidangkan, dan berkeliling kerumah teman,
kerabat, bersilaturahmi.
Malam takbiran biasa diisi dengan
pawai keliling kampung, sebagai tanda berakhirnya bulan puasa dan bersiap
menyambut bulan syawal. Tidak seperti 2 kegiatan diatas yang hanya diikuti oleh
sedikit orang. Kalau ini hampir semua orang berpartisipasi, keliling kampung
mengumandangkan takbir.
Laki-laki, perempuan, tua, muda.
Semua ikut serta merayakan hari raya idul fitrih. Setelah kita puasa selama
satu bulan penuh, berusaha dan melatih diri untuk tidak berbuat jahat. Jiwa
kita sejatinya kembali ke suci, kembali pada fitrah ilahi. Dalam perayaan
takbiran, untuk menambah semarak terdapat kembang api, ada mercon, ada oncor,
ada kencreng, ada gong. Semua dibawa hanya untuk menghidupkan suasana bulan
Syawal. Semua bersatu, bersuka ria.
Wait, itu hanya untuk kegiatan
masjid. Kegiatan ibu Desi lebih dari itu. Yuk Simak keseruan keluarga Ibu Desi
dalam penyambutan lebaran.
Keluarga Ibu Desi
Keluarga ibu Desi terdiri dari,
Desi Ratna Sari alias ibu Desi. Mungkin mbah Nem terilhami penyanyi kondang
pada zaman itu, jadilah ibu Desi. Ada Irma Ayu, putri sulung ibu Desi. Sudah
umur 18 tahun, akan segera selesai sekolah menengahnya. Setelah itu belum ada
tujuan. Tunggu keadaan seperti apa. Ada Ipul, Budi Saifullah. Orang paling
ganteng se-desa. Menantu idaman. Dan bapak Burhan atau biasa dipanggil pak Bur,
Bubur. Ah, orang-orang desa. Sesuka lidahnya dalam memanggil orang. Anehnya,
Pak Burhan menerima pangilan tersebut. Tidak mempengaruhi kegantengannya,
katanya burung hantu, eh Burhan.
Empat orang dalam satu keluarga
sudah membuat rumah ini memiliki dimensi yang berbeda. Sesuai dengan selera
setiap penghuninya.
Pak Bur, yang egepe. Membuat
semua lebih mudah dalam menjalankan roda rumah tangga, Sedangkan Ibu Bur,
istrinya pak Bur alias Ibu Desi menganggap semua harus rapid an tersusun sesuai
rencana awal, kalau belok harus sedikit saja, tidak boleh puter balik. Suka
mendadani rumah tangga agar tetap cantik dan terlihat menyenangkan untuk
dilihat mata.
Mbak Irma, sang perfeksionis,
juri terbaik sepanjang masa. Selalu ingin semuanya sesuai dengan standar
terbaik. Genetic dari ibu.
Mas ipul, genetik dari ayah.
Pasrah dengan undang-undang yang tidak pernah ikut disahkan. Nasib anak
akhiran. Selalu mengikuti maunya yang di depan atau di tengah. Asal hidup layak
dan dipenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terlalu banyak, menurutnya sendiri.
Pertama, rumah bersih, harum,
rapi. Kedua, Makanan tersedia 24 jam.
Kalau lapar tinggal makan. Ketiga, ps5 tidak pernah berubah posisi. Keempat,
ada kue di dekat ps5. Sekolah, belajar, dan lain-lain menyesuaikan dengan keadaan.
Hahaha.
Kelar sudah, semua jadi satu.
Akhirnya mbak Irma berkuasa di rumah dalam aturan kebersihan dan monitoring
makanan. Sang Ibu jadi pelaksana. Sang Bapak jadi eksekutor dan Mas ipul tim
pembantu umum. Hahaha
Sudah bisa mendirikan negara mini
versi keluarga berencana.
Awalnya pak Burhan ingin memiliki
banyak anak, biar rame di rumah. Sayangnya, tuhan berkehendak lain. Jadilah
seperti ini.
Tidak masalah, pada akhirnya
semua menikmati kehidupannya masing-masing. Bukan kehidupan orang lain.
Mereka terkadang terlihat akur,
saling membantu, saling support untuk belajar dan saling bergosip, mengevaluasi
kejahatannya masing-masing. Hanya untuk mengetahui apakah mereka sudah
benar-benar bahagia.
Seperti yang dilakukan oleh mbak
Irma, selalu mengatakan ingin menghiasi kamarnya sesuai dengan selera.
Seleranya terlalu mahal, tidak bisa dicukupi dengan kebutuhan rumah tangga.
Akhirnya mbak Irmha mulaimenjual beragam kerajinan tanggan yang dibuat sendiri
hanya untuk digunakan untuk menghias kamarnya sendiri.
Begitupula dengan mas Ipul, ps5
kesayangannya yang dibeli dengan beragam kerja agar bisa main ps5 sepuasnya.
Akhirnya dia menguasai area TV keluarga yang biasa digunakan bermain bersama
dengan temannya atau bapaknnya. Itu saja.
Ibu Desi, tahulah hobinya apa. Akan
dibahas nanti. Bapak burhan juga demikian.
Malam ke-19. 10 Malam terakhir
bulan Ramadhan
“Ma’ tidak dirasa sudah mau
lebaran kita”. Kata mbak Irma
“Iya, tidak dirasa sudah mulai
masuk malam I’tikaf”.
“Memang kamu I’tikaf?”
“I’tikaf lah! 30 menit”. Hahhahha
“Sudah-sudah, mulai besok
bersihkan rumah. Saya akan membersihkan dapur, mbak Irma bagian ruang depan,
mas Ipul bagian luar sama bapak”.
“Mama mau pake gorden merah atau
yang putih”.
“Yang putih saja, biar kelihatan
ceria. Warna merah dipake nanti lebaran selanjutnya”.
“Ma, bikini kue Ketawa sama
kacang bawang”.
“Saya mau pudding, Ma”.
“Iya, semua bisa dibikin asal
bukan mama sendiri yang bikin. Gimana?”
“Ada mba Irma, aman semua”.
“Ya semua lah, kan
banyakbikinnya”.
“ Habis sahur ya, mulai bersih-bersih.
Biar waktu bikin kue, rumah sudah lapang”. Mama pergi ke kamar.
Mas Ipul masih sibuk dengan ps5
yang baru saja mau start main. Mbak Irma sibuk membaca buku ditangannya.
Di kamar, mama dan papa ngobrolin
lebaran. Banyak yang harus dipersiapkan sesuai dengan yang sudah-sudah.
Menghitung waktu mundur dan tidak akan lama lagi.
“Papa mau makan apa di hari lebaran?”.
“Kamu mau masak apa?”.
“Coto, pa”.
“Telur balodonya, jangan lupa”.
“Iya, Pa”.
“Zakat fitah, gimana pa?”
“Nanti -3 hari lebaran saya bayarkan”.
“besok kita kerja bakti,
bersihkan rumah”.
“Iya, bunga plastik yang pernah
dibuat Irma masih ada?”
“Besok dicek, Pa”.
Jam menunjukan pukul 10.30
keluarga ibu desi sudah mulai mematikan lampu, berarti semua anggota keluarga
kembali ke kamar masing-masing. Hanya menyisakan lampu depan sebagai penerangan
halaman. Menandakan rumah masih dihuni oleh makhluk nyata.
Seperti biasa, bulan Ramadan
mereka bangun lebih awal, pukul 03.00. Menyempatkan diri shalat malam, membaca
al-qur an. Setelah itu mereka berkumpul di ruang makan untuk menyantap sahur.
Ibu dewi hanya masak sayur tumis
buncis plus tempe. Ikan balado masih ada. Nasi panas juga sudah tersedia. Madu
sebagai suplemen pagi hari tidak pernah pindah dari meja makan. Senantiasa
tersedia agar mencukupi kebutuhan nutrisi harian.
“Kita harus pandai bersyukur
setiap hari. Masih bisa makan yang enak. Perut masih bisa kenyang. Banyak
pilihan makanan. Masih banyak orang tidak mampu memberi makan yang cukup
terhadap perutnya”. Ibu Desi senantiasa mengingatkan dirinya dan anak-anaknya
agar tetap bersyukur. Semua karunia tuhan harus disyukuri agar ditambah menjadi
lebih banyak.
“Iya, Ma. Kasian orang-orang
makan tidak mampu. Lapar. Tidakpuasa pula. Mereka lapar karena tidak mampu beli
makanan. Kita masih mending, menyengaja tidak makan”. Mas Ipul menambahkan
“Iya, kasihan mereka”.
“itulah mama selalu buat sarapan
buat kalian agar tetap kuat beraktivitas. Tidak tega mama lihat orang-orang
yang tidak sarapan. Usahakan tetap sarapan, tetap sahur meski kurang nyaman
dilidah”.
“Iya, Ma. Bersyukur masih bisa
makan”.
Setelah selesai sahur mereka
masih ngobrol di ruang tengah sambil minum jus. Menunggu shalat subuh berjamaah
yang tidak jauh dari rumah mereka.
“Papa kok ngak pernah adzan?”
“Suara papa kurang bagus, kamu
saja yang adzan”.
“Gantianlah, Pa”.
“Gantian sama yang lain”.
“Memang Papa pernah adzan, Ma?”
“Pernah dulu, sekarang sudah
tidak lagi. Pensiun dini. Lagian banyak yang lain”.
“Kalau suara mas Ipul bagus,
berarti suara papa bagus juga?” Irma mulai membuat analisis genetik
….
Tidak ada jawaban. Suara tarhim
mulai bergema. Mereka menyudahi santapan dan bersiap-siap untuk shalat subuh.
Udara subuh berasa dingin,
menyegarkan, sejuk dan membuat pikiran tenang. Seperti bayi dalam ayunan
tertidur pulas. Sangat menyenangkan. Mengembirakan bagi siapa saja yang mau
mengambil hikmah udara subuh.
Adzan berkumandang merdu, membuka
cakrawala, menyambut pagi. Pagi penuh semangat dengan beragam cara. Semua
adalah karunia ilahi yang harus disyukuri, termasuk hadirnya mentari pagi.
Shalat sunnah sebelum subuh
berguna untuk menyempurnakan hari kita. Malam yang telah berlalu. Memberikan
energi lebih atas rasa syukur yang tidak terkira. Tuhan memberikan banyak hal,
apakah kita masih mau bersyukur untuk hari ini atau tidak. Semua dilakukan agar
semua berjalan harmoni. Antara kebutuhan manusia dengan manusia dan kebutuhan
manusia dengan alam dan kebutuhan manusia dengan tuhan. Jika saja tidak
dipenuhi, tentu saja terjadi gonjang-ganjing semesta. Pada hakikatnya hubungan
itu harus selaras.
Setelah shalat subuh, berdzikir,
mengingat kebesaran Allah yang telah memberikan kehidupan di bumi.
Ibu Desi mulai sibuk di dapur. Pertama-tama
yang dilakukan yakni mengumpulkan semua barang yang akan dibersihkan dan akan
digunakan. Menaruh di dekat tempat cuci piring. Diantaranya toples-toples yang
akan diisi kue nantinya. Peralatan makan-minum, peralatan masak, wadah sebagai
tempat menyimpan makanan.
Semua akan dibersihkan,
sebersih-bersihnya termasuk lemari penyimpanan makanan. Meskipun setiap
membersihkan namun idul fitrif sangat special, tidak hanya diri sendiri namun
rumah juga harus menjadi kembali yang baru, bersih, dan terjaga.
Semua toples akan dicuci dan
dikeringkan lalu digunakan kembali. Terdapat 10 toples yang bisa digunakan. 6
toples untuk ruang tamu. 3 toples untuk ruang tengah. 1 toples untuk ruang
makan. Semua diatur agar semua orang dapat menikmati semua makanan yang
terhidang.
Selain toples, ibu desi juga
membersihkan peralatan makan khusus lebaran. Susunan hidangan makanan selama
tujuh hari harus di bentuk sedemikian rupa, mengesankan bagi lidah sekaligus
perut. Meskipun hidangan sederhana, setidaknya cukup memenuhi kebutuhan selera
makan para pengunjung. Belum ada gambaran makanan apa yang bakal disajikan.
Ibu Desi mulai mengecek peralatan
dapur yang dimiliki. Mulai mengorganisir peralatan mana yang akan digunakan di
hari lebaran dan memisahkan dengan peralatan yang lain. Memilah-milih beberapa
piring, mangkok, sendok, garpu dan gelas yang akan digunakan nantinya.
Gelas pasti akan digunakan
seterusnya. Sendok dan garpu pasti juga akan digunakan. Terdapat 12 piring yang
akan disediakan untuk menjamu tamu. 12 mangkok juga akan disediakan menjamu
tamunya. Kalau tamunya lebih, akan diambilkan di lemari yang telah disediakan.
Biasanya orang dewasa akan menggunakan piring sdangkan anak-anak lebih memilih
menggunakan mangkok dengan porsi kecil.
Terdapat 2 lusin gelas telah
disiapkan untuk para tamu yang datang. Untuk para tamu yang bertamu secepat
kilat dan tidak ingin dijamu biasanya memilih mengambil air kemasan yang telah
disediakan di meja tamu.
Barang-barang dicuci bersih lalu
dikeringkan dan akan disusun sedia kala agar tidak ada yang mengalami
kerusakan. Selain itu di ceklist agar barang tidak dilupanakan dan dapat
digunakan sewaktu-waktu dibutuhkan. Pekerjaan yang mulia jika dilakukan dengan
senang hati akan menyennagkan bagi hati pula yaitu mengurus rumah tangga.
Diruangan lain Irma Ayu mulai
sibuk melepaskan semua sprei kamar, kelambu kamar, dan gorden. Semua bakalan
dicuci dan akan diganti dengan yang baru. Sesuai kesepakatan lebaran ini akan
diberi nuansa putih. Penuh kesucian khusus bulan idul fitrih.
Selain itu Ia akan menyapu dan
mengepel seluruh ruangan kecuali dapur, khusus tugas mama. Pekerjaan yang cukup
berat, Insya Allah akan menyenangkan setelah selesai dikerjakan semua.
Dekorasi ruangan juga akan
diganti menjadi lebih natural, meletakan beberapa bunga hidup diruangan.
Beberapa vas bunga diganti dengan tema yang sama. Nuansa putih, berarti
memberikan warna lain sebagai dekorasi saja.
Sofa ruang tamu juga diganti covernya menjadi
warna putih dengan sulaman bunga mawar. Senada dengan bantal sofa yang juga
warna putih dengan sulaman yang sama. Lampu Kristal diletakan di tengah ruangan
untuk menambah kemewahan.
Papa dan Mas Ipul mulai
membersihkan halaman, memotong-motong dahan yang berjuntai tidak rapi. Menyusun
ulang bentuk taman. Mengatur pot-pot bunga. Dan menambahkan beberapa dekorasi
taman, khususnya di kolam ikan.
Kolam ikan yang awalnya dibiarkan
natural, kini ditambahkan beberapa bunga gantung pada sisinya. Menambahkan juga
bunga kerokot yang bisa bermekaran dipagi hari.
Sedari awal, bunga-bunga sengaja
ditanam dalam pot dalam beragam ukuran dengan tujuan agar mudah dipindahkan
saat ingin melakukan dekorasi ulang.
Selain menghias taman, mereka
juga kebagian mencuci semua kendaraan untuk siap pakai untuk lebaran.
Terlihat keluarga ibu Desi
menikmati kerja sama menjelang lebaran. Semua dilakukan sedikit demi sedikit
agar terselesaikan dengan baik semuanya. Meskipun tidak bisa selesai hari ini
mereka bisa menyelesaikan hari esok.
Sekitar pukul 8, pekerjaan hampir
selesai. Matahari mulai terik. Mereka masih mengerjakan pekerjaan
masing-masing.
“Pa, sudah panas ini”.
“Dikit lagi, nanggung kalau tidak
selesai. Kamu bereskan semua peralatan, besok lagi atau nanti sore kita ganti
warna pot bunga”.
“Ganti warna apa?”
“Putih”.
“Ngak deh, Pa. Bagusan natural. Bunga-bunga
juga sudah menyatu sama potnya. Kalau yang untuk diteras bisa ganti jadi putih.
Kalau yang diluar tidak perlu, Pa”.
“Diteras masih bagus catnya”.
Comments
Post a Comment