,
r
l
ANTROPOLOGI EKOLOGI
Sohoruddin
PERKEMBANGAN TEORI ANTROPOLOGI EKOLOGI
Pembahasan ekologi dari sUdutpandang disiplin antropolog'i telah lama muncul dan
terus berkembang sebagaimana halnya terjadi pada tjisiplin Hmu sosial lainnya.
Perkembangan tersebut secara umum dimulai dengan konsep ekologi budaya
(cultural ecolog/). ekologi manusia (human ecologjJ dan ; antropclogi 'ekologi
(ecological ;Jnthropologlj. Demikian pula orientasi teoritis dan metodologinya terus
mengalami perkembangan. dari orientasi sistem. fungsionalisme. hingga peridekatan
aktor. Keseluruhan perkembangan tersebut mengarah pada anaiisis ekologi yang
bersifat multidisipliner dan semakln kearah orientasi . praktis dalam usaha-usaha
memecahkan persoalan-persoalan pembangunan terutama yang terkait dengan
aspek-aspek ekologi. Karena itu kedekatan ilmu ,antropologi ekologi. sCisiologi ,
lingkungan. dan ekonomi politik semakin jelas. rrieskipun masing-masing disiplin
tetap berpijak pada orientasi dasarnya masing-masing. Antropologi ekologi tetap
mendasarkan analisisnya pada konsep-konsep kebudayaan.
Pembahasan ekologi dimulal dengan Clements pada 1916. ahli vegetasi biologi ini
tertarik pad a prose~ suksesl. Clements mengeksplorasi bagaimana vegetasi tersusun
hingga mencapai kiimaks tertentu. Klimaks tersebut dalam komunitas terlihat sebagai
super-organism. Dengan demikian perkembangan vegetasi dipandang berjalan
mengikuti formula perkembangan vegetasi sebelumnya.
Pada 1930an. dari kalangan ekologi klasik muncul tema yang memusatkan perhatian
pada dinamika populasi. khususnya keteraturan populasi binatang yang terkontrol
hingga pada tingkat kepadatan tertentu. Disusul kemudian pada 1950an para
penganut konsep sistem meletakkan gagasan ekosistem. dengan karakteristik bersifat
tertutup. memiliki keteraturan. dan sistem homeostatis atas dasar persepsi orang luar
(pre-defined system). Konsep ekosistem mengidentifikasi kompleksitas rantai ekologi
dalam keseimbangan keragaman spesies di suatu wilayah tertentu (Scoones. 1999:
480-483).
Anfropolog! Ek910gi
Setiap sentral area teori ekologi di atas. memiiiki, karakteristik pad a inti model
masing-masing. Teori suksesi menekankan pada kestabilan. menjadi panduan
pengelolaan lahan bentangan dan hutan. Model populasi mengidentifikasi daya
dukung dan keberlanjutan lingkungan untuk menampung sejumlah populasi
binatang: teori ekosistem meinfokuskan perhatian pada sistem keteraturan aliran
energi , dan bagaimana populasi terjadi atau dampak-dampak Jain. dan biologi
konservasi rr.enyediakan dasar pada kebijakan biodiversity di kawasan yang
dilindungi.
Disiplin ilmu antropologi ekologi muncul dalam fase pertengahan dari
perkembangan studi ekologi di atas. sehingga ia merupakan disiplin ilmu yang relatif
mud<l diantara bidang-bidang ekologi dan/atau antropologi lainnya. Dalam usianya
yang relatif muda tersebut disiplin llmu antropoiogi ' ekologi mengalami
perkembangan yang cukup cepat. sehingga daiam kurun waktu tak lebih dari 50
tahun telah muncul berbagai perkembangan baru. Istilah-istilah ekologi budaya.
antroplogi ekologi dan ekologi manusia menjadi istilah yang terkadang dipakai untuk
menyatakan hal yang sama. karena objek studi dan pendekatannya berkisar pada
hubungan antara manusia dan lingkungannya.
Antropologi ekologi merupakan·cabang ilmu antropo!ogi yang menelaah hubl)ngan
antara masyarakat dan lingkungannya dari titik pal1dang masyarakat setempat (the
native point of view). Sejak 1955 . .julian Steward telah membahas hubungan ~ntara
masyarakat dan lingkungan. yang dituangkan dalam buku The Concept and Method
of Cultural Ecology. Pendekatan cultural ecology'Steward juga dipakai Geertz (1963)
dalam ,penelitian tentang perubahan ekologi di Indonesia: dalam buku Agricultural
Involution. ' Selain kesamaan istilah yang digunakanoleh Steward , dan Geertz.
keduanya juga mengungkapkan satu konsep yang sama,Yaitu. cultural core atau inti
budaya,. dalam hal ini teknologi atau tekno-ekonomi3~ Hal itu tida:k mengherankan
kar~ma analisis Gertz mendasarkan konsepnya pada pemikiran St~ward. Keduanya
juga menekankan pada perubahan-perubahan budaya dan implikasinya bagi
masyarakat.
Analisis hubungan antara manusia dengan lingkungannya juga pernah ditulis oleh
Rappaport dan Vayda. dalam penelitian-penelitian mereka di berbagai , daerah
termasuk di Indonesia. ' Mereka menggunakan istilah human ecology yang
meo',fokuskan pada berbagai hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
Berbeda pengan , Steward dan Geertz yang mengambil lokus ,masyarakat yang luas
dan dengan menggunakan , metode perbandingan. Rapaport dan ' Vayd~ lebih
menekankan kajiannya pad a komunitas kedl yang digali secara lebih luas dan '
mendalam tentang berbagai hupungan antara manusia dengan lingkungannya ;;erta
ke'terkaitannya de,ngan keseimbangan ekologi pada suatu komunitas tertentu. Vayda
d~n Rappaort (1968) secara bersama-sama menu lis Ecology, Cultural. . and :Non~
Ecology; Introduction to Cultural Anthroplogy. yang menjelaskan hubungan ai}tara
perkembangan penduduk dengan persoalan-persoalan keseimbangan ekologi secara
lebih kompleks. -;,
44 1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekofogi ManuSia
Antropologi Ekologi
Selanjutnya istilah cultural ecology dan human ecology dipakai juga oleh Bennett
(1976) sebagaimana ditulis dalam buku The Ecological Transition, Cultural
Anthropology and Human Adaptation. Ber.nett memfokuskan perhatian pad a d'Ja
hal. Pertama. bagaimana faktor-faktor sosial terimplikasi dalam ir.terelasi manusiaalam. Kedua. melakukan kritikan pada pendekatan-pendekatan dalam cultural
anthropology. termasuk cultural ecology. antropologi ekonomi. pertuk!J.ran sosial dan
perilaku adaptasi. Bennett menyebut pendekatannya sebagai humcn adaptation atau
adaptive dynamic.
OBYEK STUDI DAN KONSEP-KONSEP POKOK
Antropolcgl ekologi sebagai studi tentang bagaimana penggunaan sumberdaya q.lam
oleh manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh organisasi sosial dan nilai budaya
(Bennett. 1969: 10-11) dari titik pandang warga setempat yang tercermin pad a
perilaku-perilaku yang diperli,hatkannya. Berdasarkan pengertian tersebut maka
obyek studi antropologi adalah eara pandang dan tindakan pelaku dalam
berinteraksi dengan lingkungannya (Iingkungall sosial dan Iingk5ngan alam) sebagai
perwujudan dari ' pola kebudayaan4. Berkaitan dengan obyek studi tersebut.
penjelasan antropologi ekologi mengacu pada kOl1sep-kbnsep pokok tentailg
ekosistem. sistem sosial buGaya. adaptasi dan keseimbangan dinamis.
Ekosistem dan Sistem Sosial Budaya
Konsep palil1g mendasar dalam analisis ekologi adalan ekosistem. Ekosistem menuru~
Hardesty (1977: 289) adalah suatu interaksi antara kelompok tanaman dan satwa
dengan lingkungan non-hidupnya. Lingkungan non-hid up atau habitat tersebut
dapat berbeda ukurannya. kompleksitasnya dan jangka waktunya. mulai dari setetes
air kolam dengan mikro-organismenya sampai ,pada seluruh bumi dengan kehidupan
tanaman dan satwanya (Geertz 963: 3).
Dalam hubungan antara ekosistem dan sistem sosial budaya. kalangan antropolog
menganut apa yang disebut oleh Bates (1953: 701) sebagai pandangan ekologis.
Pandangan tersebut merupakan kelanjutan dari lingkungan dan komuniti biotiknya
dalam pendekatan antropologi yang fundamental. yakni p~rhatian pada :;istem.
Suatu sistem adalah agregasi atau pengelompokkan obyek-obyek yang dipersatuka'1
oleh beberapa bentuk interaksi yang tetap atau "Saling tergantung. sekelompok unit
yallg berbeda. yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau seni sehingga
membentuk suatu keseluruhan yang integral. berfungsi. beroperasi dan bergeral(
dalam kesatuan. Dalam antropologi yang dimaksud sebagai keseluruhan inte,graSi
adalah sistem sosial budaya atau kebudayaan. Sedar.gkan dalam ekologi keseluruhan
integrasi tersebut adalah suatu ekosistem (Foster 1986: 13-14) .
. 1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia 45
A:ltropologl Ek,ologi
Adaptasi dan Keseimbangan Dinamis
Dalam Hmu antropologi terdapat beberapa konsep adaptasi yang sering rrt~njadi r rujukan dalam banyak studi,antar.a lain. konsep Rappaport (1968). Sahlins (dikutip
Bennett 1976), Bennett (1976: 246) dan Hansen (1979). Rappaport (1968)
mengemL'kakan konsep adaptasi sebagai berikut
" ..... the process by which organisms or groups of organisms. through responsive
changes in their states. structures. or compositions. maintain homeostasis in and
among themselves in (he fact of both shott-term environmental fluctuations and
long-term changes in composition or structure of their environmenr,
Konsep adaptasi Rappaport dl atas sangat iuas dan lebih menjelaskan keseimbangan
ekologi . darlpada hubungan-hubungan interaksional. Sebaliknya Sahlins lebih
menekun~ ar. a$pck interaksional daripada aspek keseimbangan ekologi. Sahlins
(dikutip Bennett 1976) menyatakan:
.... adaptatian implies maximizing ~he social life changes. But maximization is
. almost dways a compromise. a Vector In the ' intemal structure of culture and
extemal pressure of environment. Every culture carries the penalties of past within
the frame of which. barring total disorganization. it must work out the future N
Dengan memasukkar. · IJnsur adaptasi dalam analisisnya maka teori ekologi
menjelaskan hubungan sistemik dan saling -ketergantungan antar komponen.
memperhatikan proses pengembangan. pemeliharaan dan perubahan hubungan
antar komponen. Analisa ekologi dapat bekerja seperti itu karena memasukkan unsur
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Dengan demikian analisis ekologi dapat
menjelaskan secara empirik mengapa dan bagaimana/proses perubahan lingkungan
terjadi (Vayda 1996). '
Menurut Hansen (1979) adaptasi sebagai suatu konsep umum merujuk pada konsep
proses penyesuaian pada keadaan yang berubah. Sementara Bennett {1976}
m.enganggap bahwa adaptasi adalah kapasitas manusia untuk melakukan selfol;;jedification. belaja~ dan mengantisipasi. Adaptasi terhadap lingkungan di bentuk
dar; tindakar. ya'og berulang-ulang sebagai proses penyesuaian terhadap lingkungan
tersebut. ' Menurut Bennett. adaptasi bukan ' hanya persoalan bagaimana
rrienda.patkan makanan dari suatu kawasan tertentu. tetapi juga mencakup persoalan
'transforniasi sumberdayalokal dengan mengikuti model standar konsumsi manusia
yang Limum. serta biaya dan hargaatau mode-mode produksi di tingkat .nasional
(1969:, 12).
Bennett (1969) menyatakan bahwa terdapat tiga konsep kunci mengenai adaptasi.
'yaitu: adaptive behavior. adapt7ve strategresdan adaptive process. Adaptive behavior
menunjuk pada ca'ra-cara · aktual masyarakat menemukan/merencanakan . untuk
m~mperoleh sumberdaya untuk mencapai tlJjuan dan memecahkan masalah.
46 1- Fondasi, Te.ori dan Diskursus Ekologi Manusia
r
Antropologi Ekologi
Adaptive behavior merupakan suatu pilihan tindakan dengan memper't:mbangkari
biaya yang harus dikeinbangkan dan hasi! yang akan dicapai.
Adaptive strategies merupakan pola umum yang terbentuk melalui banyak proses
penyesuaian p~mikiran masyarakat secara terpisah. Dalam hal ini masyarakat
merespon permasalahan yang di hadapi dengan melakukan evaluasi terhadap
alternatif yang mungkin dan konsekuensinya, serta berusaha menempatkan
permasalahan tersebut dalam suatu desain strategi yang lebih Iwas untuk
mengimbangi konflik kepentingan dari banyak pihak dimana ia
mempertanggungjawabkan tindakannya. Sedangkan adaptive process adalah ·
perubahan-perubahan yang ditunjukkan melalui proses yang panjang dengan cara
menyesuaikan strategi yang dipilihnya.
Menlirui: Bdnnet (1976) penjelasan perspektif ekologi membutuhkan
pengidentifikasian faktor-faktor lingkungan yang paling penting dalam menghambat
dan mer,gembangkan perilaku partisipan dan mengasumsikan bahwa organisasi
sosiaf budaya adafah hasil dari proses-proses adaptif dalam rangka mengantisipasi
kondlsi ke depan. Analisa ekologi berusaha mengisolasi variabel;·variabel fisik, 'sosial
dan budaya yang mempengaruhi hasH dari proses tersebut.Bennptt menyatakan ·
bahwa basis ekologi manusia adalah kapasitas manusia uhtuk melakukan selfobjectification, belz.jar dan mengantisipasi. Manusia mengkonseptualkan diri mereka
sendiri agar dapat bertindak terhadap lingkungan mereka. Berdasarkan . kQr:sep
adaptasi Bennett, Ahimsa-Putra (2003) menyatakan bahwa adaptasi sebagai su'!-tu
konsep umum merujuk pada proses penyesuaian pada keadaan yang berubah~s
Proses adaptasi adalah perubahan-perubahan yang diperkenalkan dalam waktu yang
relatif panjang melalui rangkaian pengulangan tinda,kan.
RAGAM PENDEKATAN ANTROPOLOGI EKOLOGI
Teidapat dua pendekatan pokok dalam antropologi ekologi, yaitu pendekatan
fungsionalisme ekologi (termasuk didafamnya pendekatan ekofogi · budaya,
pendekatan ekosistem. dan pendekatan sistem) dan pendekatan environmentalisin
~ (populer dengan istilah pendekatan action oriented) (Little 1999). Pendekatan ·
, fungsionalis-ekologi merujuk pada Rappaport (1968). Sedangkan action oriented
(dikembangkan oleh Bennett (1976). Grlove (1980) dan Vayda (1993; 1996; 20(0).
Kedua pendekatan tersebut dapat dikombinasikan untuk saling menutupikelemahan
masing-masing.
[
Pendekatan antropologi fungsionalis-ekologi unggul dalam menjelaskan kaitan
berbagai gejala, namun ia tidak menjelaskan aspek historis dari perubahan.
Perubahan di dalam sistem itu sendiri dlanggap sebagai perubahan alamiah dalam
proses mericari keseimbangan. Sebaliknya. pendekatanaction-orientedunggul dalam
menjelaskan aspek histods dan tindakan-tindakan individual yang lebih menek~likan
pad a proses, namun ia lemah dalam menjelaskan keterkaitan antar sub-komponen
,
1- Fondasi, Teori den Diskursus Ekologi Ma:1Usia
Antropologi Ekologi
dalam sistem ekologl. Jika pada pendekatan fungsional menekankan pada
hubungan-hubungan antar komponen ekologi. maka pada pendekata~'" action
orien/ed menekankan pada dinamika dan perubahan yang terfokus pada tmdakan
individual. Untuk menutupi kelemahan masing-masing pendekatan dalam
menjelaskan interaksi sosio-ekologi maka para peneliti biasanya secara simultan
nienggunakan pendekatan fungsional-ekologi dan pendekatan action oriented.
Pendekatan terakhir ini lebih menekankan pad a proses.
Mengkombinasikan antar kedua pendekatan di atas dianggap perlu. karena
perubahan periiaku terhadap komponen ekosistem tidak semata-mata diakibatkan
olehperubahan sub-komponen dari ekosistem secara fisik semata. melainkan juga
sebagai akumulasi dari berbagai faktor yang saling terkait. termasuk faktor
kepentingan dan tindakan-tindakan individu. Gejala kombinasi antar pendekatan'
fungsionalisme-ekologi dengan action oriented pernah dikemukakan oleh Harstof
(1993: 132) dengan menyatakan bahwa barangkali pada 1990an kita akan melihat
perkawinan antara pendekatan ekosistem dengan teori praktis Soudieu atau dengan
teori stl1!kturation Giddens. Secara teoritis kombinasi ekologi fur,gsionalisme dan
adion:oriented ditunjang oleh pemikiran Moore (1993) mengenai adanya bidang
semi otonom yang merujuk pada model transaksi Barth. Bidar,g sosial semi otonom
didefinisikan dan batas-batasnya ditentukan. bukan melalui organisasinya (mungkin
saja merupakan suatu kelori.pok-kelompok koperasi. mungkHl juga bukan). tetap:
dengan satu dri prosesual atau yang terjadi -secara berangsur-angsur. yaitu fakta
bahwa' ia -dapat menimbulkan aturan~aturan dan memaksakan atau mendorong
ketaatan pada aturan-aturan itu.
-- E'kologi Budaya
Di dalam antropologi suatu ketertarikan dalam isu-isu ekologi distimulasi di lapangar
antropologi ekologi. ekologi budaya. dan ekologi manusia sekitar pertanyaan tentang
bagalmana masyarakat Nori-Barat hidup dan berinteraksi dengan alam. Kajian-kajian
antropo.logi yapg muncul sejak tahun. 1950an. termasuk ekologi budaya Steward.
pendekatan ekosistem Rappaport. dan materialisme budaya Marvin Harris memiliki
karakteristik pokok yakni bahwalingkungan alamiah memiliki keteraturan secara
homeostatik dengan masyarakat sekitarnya (Scoones 1 999).
MellurutAhimsa-Putra (1994) umbi dari -berbagai studi antropologl ckologi tela~
_ ditanamkan sejak tahun 1930an oleh Steward. ketika ia menerbitkan essay berjudu
_ The EconomiC and Socia! Basis of Primitive Bands di tahun 1936: Dalam essa)
~ers ebut meilUrut . Harris -pertama kali Steward membuat pernyataan yang utu~
mengenai. ',bagaimar,a intera~i antara kebudayaan dan lingkungan _ dapat dianalisi ~
dalam kerangka sebab - -akib~t (in causal termS) tanpa harus t~rpeleset ke dalarr
partikularisme. Steward dipandang sebagai orang pertama yang memasukkan kajiar -
tentang hubungan afltara budaya dengan Iingkungan kedalam bidangkajian ekolog·
(Bennett 1976: ~. Ahimsa-Putra -1994:_ 3). 'Posisi teoritis dan metodologis pade
dasarnya tidak banyakberubah ketika Steward menjelaskan dengan lelJifr eksplisil . . ~-
48 1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
Antropologi Ekologi
soal hubunganantara lingkungan dan kebudayaan dalafTl buku Theory of Culture
Change yang diterbitkan pada tahun 1955 (Ahimsa-Putra. 1994: 3). Dalam buku
tersebut Steward menguraikan. mendefinsikan serta -mengembangkan apa yang ia
sebut sebagai ekologi budaya (cultural ecologYJ. Perspektif tersebut dinyatakan oleh
Steward sebagai berikut:
ffers from the relativistic and neo-evolusionis conceptions of cultural history
in that it introduces the local environment as the extra cultural factor in the -,
fruitless asum,otio(1 tlla t culture comes from culture N .
Faktor lingkungan lokal itu sendiri bagi Steward bukanlah faktor · yang sangat
menentukan. Menurut Steward unsurpokok dalam perspektif ekologi blJdaya adalah
pola-pola perilaku (behavior patternS). yakni kerja (wor~ dan teknologi yang
dipakai dalam proses pengelolaan atau pemanfaatan lingkungan.
Sekalipun kajian mengenai hubungan antara budaya dengan lingkungan ke dalam
bidang kajian ekologi dilontarkan oleh Steward tetapi bibit pemikiran tersebut
menurut Orlove adalah hasil dari pengaruh aliran pemikiran partikulatisnie historis
dari Frans Boaz (Marzali 2000:1). Menuruf Marzali (2001: 6). , Steward
membicara:kan konsep kulturalnya dalam kerangka teon evolusi multilinear.
Perhatian utamanya adalahmencari cultural law (hukum keteraturan buoaya atau
kausalitas). Dia membedakan kategori utamanya - culture type dan tingkat integlC!.5i
sosiokultural - dari kategori pengikut evolusi unilinear (yaitu tingkat perkembangan
yang diterapkan terhadap semua budaya).dan kategori pengikut relativisme
kebudayaan (cultural area atau cultural tradition). Culture type terdiri dari , unsurunsur inti yang ditentukan oleh persamaan dalam ,tradisi atau. daerah-daerah yang
berbeda secara historis. Hal ini dapat dijelaskan sebagai hasil dari hubungan ya~g
dialektis antara inti budaya dan persamaan unsur-unsur lingkungan atau hasil .<:Jari
s~tu proses adaptasl kultural. Atasdasaritu Marzali (2000: 8)'menyimpulkanbahWa
ekoiogi kultural mewakili tipe pendekatan sinkronis maupun diakroriis, Ekotogi
kultural . dilihatnya sebagai sintesa antara historical · 'materialism . dengan
enviro{1mental possibilimf. . "
Perbedaan pokok antara ekologi budaya dengan cara pendekatan lainnya bukan
pada seluruh kehidupan manusia secara luas dan besar. _ melainkan dalam
kecocokkan penerapan dan asas ekologi itu pada -aspek-aspek tertentu darl
kehidupan · sosial dan kebudayaan manusia (Geertz 1983: 6). Pendapat Steward
berbeda dengan anggapan umum bahwa segala aspek keb·udayaan itu saling
berhubungan secara fungsional - dengan cara yang tidak pasti. Menurutnya ti'ngkat
dan macam hubungan dalam segala aspek kebudayaan beragam. Dia berusaha
mengisolasi aspek-aspek tertentu dari keoudayaan yang dianalisisnya. IkaWl .
fungsional dengan alam sekitarnya dari aspek-aspek ini tamp'ak ' sangateksplisit ..
Selain, itu. saling ketergantungan 'antara pola-pola kebudayaan ' dar hubupgan
organisme lingkungan hidup tampak. jelas dan sang~f pef1til1g.: Aspek .. aspek
kebudayaan yang lebih luas dan kuat pengaruhnya dinamakan sebagai inti
1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia 49
Antropoiogl Ekologi
kebudayaan , (cultural core). Sedangkan aspek-aspek yang tidak begitu erat
hut)uilgannya dengan proses penyesuaian hanya disebut sebagai aspek kebuda)'aan.
Arialisis ekologi hanya relevan pada inti kebudayaan itu saja! Inti kebudayaan itu
menunjukkan konstelasi dari unsur-unsur penting yang paling erat hubungannya
dengan aktivitas penyelenggaraan kehidupan dan penyusunan ekonomi (Geertz
1983:,7).
Pendekatan Ekosistem
Pendekatan ekosistem dibailgun oleh Vayd3. dan Rappaport pada akhir 1960an.
Pendekatan ini sebenarnya Icblh tcpai. 'dipelopori oleh Rappaport (1968) sekalipun
padasaat itu ia menjadi asisten dari Vayda. Mereka berada dalam satu tim tetapi
memi!iki cara pandang yang berbeda tentang konsep ekologi. Rappaport kemudian
menghasilkan karya ekologi klasik dari penelitiz..nnya tentang Pigs for the Ancestors
pad a tahun 1967. yang ban yak mendapat kritikan tenoasuk dari Vayda. Rappaport
kemudian terkenal dari hasil karyanya tersebut sebagai penganut pendekatan sistem
atau serin&juga disebut sebagai neo-fungsionalisme antropologi.
Cirr u~ma dari pendekatan tersebut terletak pada penerapan kon~ep ekologidalam
analisis perilaku manusia dengan IingkL!1gan sekitamya. Hubungan antara , I
ko~ponen , fi:iik. b!ologis. sosial-budaya yang bersifat saling timba! balik
diintegrasikan 'dalamsatu sistem analisis. yaitu ekosistem. Pendekatan sistem. dan
khususnyayarig berfokuspada aliran energi terutama berhubungan dengan konsepk6nsep ekosi,stem dalam ekologi pad a waktu itu. Rappaport (1968: 5) pada karya
etnogra'finya Pigss for The Ancestors. menjela~kan bahwa fokus para antropolog
dalam ' mempelajari ekologi ditekankan pada populasi ' manusia; pada komunitas
ekosistem dan biotikdimana populasi manusia melakukan kegiatannya.
Salah satu isu prinsip dalam analisis antropologi ekologi yang dibangun oleh Vayda
qan, Rappaport (1968) adalah keinginan mereka untuk mengantarkan demografi
man4sia keluar dari matriks budayanya dan memperlakukannya sebagai variabel
in d~p~nden: subjek pengukuran yang sarna yang dibangun oleh ahli~ahli biologl bagi
populasi 'biologi (Benneu 1976: 204). Karena tujuan mereka mentranslasi ,fenomena
budaya ' yang familia'r dalam bentuk ekologi. dan karena translasi ini menambah
ejimensi ' penjelasan terhadap fenomena budaya. maka Bennett cenderung
'memasukkao' karya' Vayda dan' Rappaport tersebut ke dalam pendekatan ekologi
budaya. " , - '
Dalam m~ngaplikasikan pe'ndekatannya Rappaport melihat orang Tsembaga sebagai
"a unit ~f co pose of an aggregate of organisms having in c:Jmmon certain distinctitive
means wh.ereby they m'ainta!na set, 01 tropic relations with other living and nonliving cgmponents of biotic, community in which the exixt together'(1968: 224).
Dengan - mem~ndang orang Tse,mbaga seperti itu. Rappaport' berusaha
memperlihatkan bagaimana ritual orang Tsembaga berfungsi tidak hanya sebagai
hdmeostatic namun juga sebagai tra~ducer{Ahimsa-Putra 1994: 14).Sebagaic.suatu
50 1- Fondasi, Teori'dan Diskursus Ekologi Manusia
Antropologi Ekologi
homeostatic. ritual tersebut mempertahankan sejumlah variabel yang mencakup
keseluruhan sistem dalam lingkup viability tertentu. Upacara ritual sebagai faktor
kunci yang mengatur dinamika interaksi 50sial budaya dengan lingkunganatau
berfungsi sebagai mekanisator proses homeostatic bagi ekosistem hutan hujan~rop k
yang dihuni oleh masyarakat Tsembaga. Sedangkan seba.gai transducer. ritual
tersebut menterjemahkan perubahan-perubahan yang terjadi da!am suat!.; subsistern
ke dalam informasi dan energi yang dapat menghasilkan perubahan per:.Jbahan
dalam subsistem yang kedua (Rappaport 1967: 229). fkosistem orang Tsembaga
dengan demikian merupakan suatLi ekosis~em yang diatur oleh ritual (ritually
regu/lated ecosystem). yaitu suatu sistem dimana ritual bekerja untuk melestarikan
strlJktur dari s15tem tersebut.
Berbedo. dengan anal isis Ahimsa-Putra. Bennett (J 976: 246) menyatakan adanya
kontradiksi dalam pemikiran Rappaport. Menurut Bennett. Rappaport telah
memisahkan antara adaptasi dengan sistem pemeliharaan. Adaptasi didefinisikan
sebagai perilaku yang merespon peru bah an lingkungan. sedangkan sistem
pemeliharaan (maintainance system) adalah perilaku di dalam sistem yang didisain
untuk membangun kemampuan beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan
baw. yaitu memelihara keseimbangan atau homeostatic condition. Definisi tersebut
menurut Bennett konsisten dalam h'al keinginan Rappaport' untuk memasukkan
ekologi manusia ke dalam ilmu-ilmu alamiah yang lebih luas. Namun ia menHai
Rappapott tidak konsisten dengan definisinya mengenai sistem pemeliharaan dima!1a
adaptasi merupakan suatu proses akhir yang terbuka terhadap fenomena luar.
Definisi tersebut dikritik oleh Bennett karena kebailyakan perilaku adaptif tidak
memelihara keseimbangan. tetapi sebaliknya i:1elaw,,-hkeseimbangan: m~rubah
keseimbangan awal agar bisa sesuai dengan perubahar')'yang terjadi. ,
I
Menurut Vayda (1993: 66) perhatian tulisan Rapp~port adalah terhadap sistemik
self-regulation. yaitu pemeliharaan dalam skala tertentu variabel-variabel seperti
ukuran dan komposisi. · baik manusia' maupun iJopulasi babi ' dalam ekosistem.
Rappaport sejak awal telah berasumsi bahwa kegiatan ritual yang diamati memilikl
peran :dalam ecosistemic self-regulation. Dan karena asumsinya tersebut. maka, dia
tertarik pada upacara ritual orang Tsembaga.
Atas pemikiran Rappaport tersebut Vayda (1993: 66-67: 1'996: 9-10) memberikan
beberapa kritik. antara lain: (1) Rappaport tidak memberfkan kriteria yang memadai
mengenai apa yang mem5angun perilaku orang Tsembaga untuk merespon unit-unit
pada tingkat yang lebih tinggi. seperti ekosistem. atau populasi atau masyarakat. Apa
yang diobservasi secara aktual oleh para ahli antropologi ekologi adalah perilaku
manusia beserid intera~i mereka dengan komponen~komponer khu5US ·lingkungan
mereka: (2) Rappaport nienyatakan bahwa organisme dad spesies yang berbeda
termasuk dalam ekosistem. mungkin telah bersama-sama secara kebetulan dan
mung-kin pula pad a awalnya tidak bermaksud untuk memperkuatkontrol yang
sist~mik . . Namun demikian ia mengasumsikan bahwa k<>-ekosistem darispesies
(termasuk manusia) berlangsung dalam kondisi yangstabil dan bahwa keada~n
I - Fondasi, Teori dan Diskursu5 Ekologi Manusia Sl
Antropologi Ekologi
ekosistem mereka cenderung menjadi meningkat dan dipaksakan sepanjang waktu.
Dengan asumsi tersebut maka secara sederhana perubahan , unsur-unsur ekosistem
(meningkat dan menurun) dikontrol oleh ekosistem itu sendiri. Dalam hal ini
terdapat dua aspek yang diabaikan oleh Rappaport. yakni (1) keadaan yang umun:
mengenai proses ketidakseimbangan dimana interspesies yang berartikulasi secara
bcrulang dipisahkan dalam an'alisisnya: dan (2) problem yang muncul dengan
mobilitas banyak spesies diantara ekosistem.
~enurut Vayda uraian Rappaport tidak berhasil menunjukkan hubungan antara
perilaku manusia dengan komponen spesies yang terkait dengan upacara ritual. Hasil
kerja Rappaport belum bergerak jauh dari karya pendekatan fungsionalis antropologi
pada umumnya. yaitu belum berhasil dengan lebih meyakinkan apa yang mereka
yakit:Ji sebagai hubungan-hubungan 'fungsional diantara variabel. Apa yang disebut
oleh Ahimsa-Putra (1994: 14) sebagai kemajuan metodologi dari Rappaport dalam
penjelasan fungsional lebih karena Rapaport telah melakukan penelitian lapangan
m.engenai hal itu. dengan gambaran fungsionalnya hanya berupa sketsa-sketsa yang
sebenarnya ditarik dari asumsi awalsebelum penelitin dilakukan.
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem dalam a~alisis ekologi dikembangkan oleh A.T. Rambo (1981)
yang mencakup hubungan interaksi timbal balik yang kompleks antara subekosistem
dan subsistem sosial (Gam bar 1). Hubungan timbal balik yang erat antara dua
subsistem tersebut di atas dapat berjalan dengan baik dan teratur karena adanya
arus _energi. "matei'i. dan informasi. misalnya energi yang diperlukan untuk
melakukan kerja. Di alam nyata. energi terbanyak kita gunakan " berasal dari
matahari 7
• Energi itu terutama. terdapat pad a tumbGhan hijau. misalnya berbentuk
beras atau jagung. buah-buahan. sayuran dan bumbu masak. Materi yang diperoleh
dari makanan yang dikonsumsi manusia dapat berbentuk karbohidrat. lemak dan
protein. Zat-zaf itu dibutuhkan oleh manusia untuk menyusun tubuhnya. Apabila
tLimbuh-tumbuhan. binatang atau manusia mati. sumber mated ak.an terurai di
dalam tanah dan menjadi unsur-unsur seperti nitrogen (N). fosfor (P). dan kalium
(K). Kemudian unsur-unsur tersebut diserap kembali oleh tubuh. Dengan demik!an.
di alam nyata terjadi daur (siklus) materi. sedangkan energi hanya satu arah dari
alam. Di alam juga terjadi arus " energi. sedangkan materi terdapat pada arus
informasi.
Informasi adalah suatu yang dapat memberikan pengetahuan kepada manusia.
Mlsalnya. jika" kita menemukan wujud tertentu di alam. seperti bentuk-bentuk khas
yang berwa'ra hijau. Wujud iniJah y~ngmemberikan pengetahuan kepada kita bahwa
adanya tumbuhan atau hutan. · Memperhatikan keadaan di atas. manusia dan
lingkungan sekitarnya merupahn sesuatu yang tidak dapat dipisahkan: manusia
dapat dipengaruhi dan " mempengaruhi lingkungannya. Misalnya. " manusia dan
aktivitasnya dapat mempengaruhi lingkun"gan biofisik. berupa udara. air. tanah.
hutan, dan satwa liar.
52 1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
Input
dari sis·
tern soslallaln
Cambar 2. M9del Sistem Ekologi Manusia (AT. Rambo. 1981)
Input
dari
ekosistem
lain
sistem
lain
Antropologi E~ologi .
Sebaliknya. lingkungan mempengaruhi kehidupan f!1anusia sendiri. Misalnyq: udara
dilibatkan dalam cara pernapasan. air untuk minum. mandi. mencuci. Illengairi
pertanian dan p~rikanan. tanah untuk pertanian dan permukiman. hutan untuk
sumber kegerluan kayu; dan satwa liar untuk keperluan protein. Selain itu. dari
blofisik. manusia juga dapat memperoleh informasi. baik berupa benda fisiko warna.
suhu. maupun kelakuan. Lingkungan merupakan salah satu sumber informasi.
Informasi yang diperoleh manusia menjadi sangat penting untuk dapat memahami
alam. sekaligus teknik pengelolaannya.
Berdasarkan ulo.ian di atas. t:mpak bahwa Ic.tar belakang sosial-ekonomi-budaya
manusia dapat mempengaruhi periiaku manusia da!am memperlakukan alam
lingkungannyit. Dengan p2rkataan lain. mengutip istilah Odum bahwa manusia
dapat dianggap sebagai control/ing programme ekosistemnya (Iskandar 2001: 10).
Sebaliknya. karena pengaruh lingkungan biofisik sekitarnya. manusia harus
f!lelakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitar untuk menjaga
kelangsungan hidupnya. Hubungan sistem sosial dan biofisik tersebut · bersifat
di.~amis dan berubah setiap waktu. Karena itu. jikaada perubahan pada sistem
sosial masyarakat seC?ra otomatis akan mengakibatkan perubahan pula pad a sistem
biofi5ik. dan sebaliknya. Timrulnya perubahan hubungan inte'raksi manusia dan
lingkungan sekitar yang disebabkan oleh faktor internal. s~perti pertambahan
populasi penduduk. dan oleh fa kto r eksternal seperti adanya rerkeinbangan
ekonomi pasar. serta pembangunan dan kebijakan pemerintah (Iskandar 2001: 10).
Dalam hubungan interaksi antara ekosistem dan sistem sosial budaya. terdapat d~a
pertanyaan pokok. (Foster 1986: 13-14). pertama adalah hubungannya (iengan
bentuk dan fungsi: dan kedu3. adalah masalah dlnamika. Untuk dapat terus
berfungsi. tanpa gangguan yang berat. baik ekosistem maupun sistem sosial budaya
harus mempertahankan suatu tingkatan integrasi minimum dan konsistensi dari
dalam. suatu tingkatan yang cukup tinggi sehingga unit-unit yang terplsah-pisah
dalam. sistem tersebut dapat saling menyumbangkan peranannya. Narnun integrasi
tiqak dapat lengkap. karena suatu perubahan yang tak dapat dielakkan. hanya
~imungkinkan karena bagian-bagian dalam sistem tersebut tidak terkunCi secara
permanen dalam posisi yang tidak dapat berubah. 8agian-bagian itu berubah.
terdorong oleh berbagai dinamika. dalam bentuk maupun fungsi. dan dengan cara
itu mereka: mendatangkan perubahan dalam bentuk dan fungsi terhadap unsurunsur dimana mereka secara fungsional terikat (Foster 1986: 14). Persoalannya
: adalah _ apakah (atau bagaimana agar) proses pertukaran dan obyek yang
dipertukar~an tersebutberlangsung dan memiliki kualitas yang tinggi sehingga
terjadi pertukaran berkelanjutan dengankualitas hidup yang baik. Artinya bahwa
energi. materi dan informasi yang dikeluarkan oleh ekosistem memiliki kualitas yang
tinggi dan diterima oleh sistefTl sosialbudaya dengan kualitas yang sama. sehingga
menghasilkan energi. materi dan informasi yang berkualits bagi ekosistem.
Kualitas hubungan yang tinggi hanya akan dicapai jika pelaku-pelaku dalam sistem
sosial tersebut memiliki kualitas yang tinggi pula sehingga mereka dapat mengambil.
54 1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Mam:sia
Antropologi Ekologi
menerima. mengolah dan menghasilkan kualitas energi. materi dan informasi yang
dapat meningkatkan kualitas ekosistem itu sendiri. Misalnya. apakah manusia dapat
memperoleh sumber-sumber makanan dengan jumlah dan kualitas yang memq.dai
dari lingkungannya. sehingga kebutuhan akan gizi ter:ukupi? Dan apakah manusia
mampu mendistribusikan sumber-sumber makanan bergizi secara merata bagi warga
komunitas lainnya? Demikian pula apakah tindakan manusia terhadap lingkungan
telah memperhatikan keseimbangan lingkungan sehingga aspek keanekaragaman
unsur-unsur ekosistem tetap terjaga demi terpenuhinya suplai sumberdaya panga'ri
bergizi bagi masyarakat? Juga. apakah manusiabertindak terhadap lingkungan'tetap
memperhatikan keseimbangan ekologi sehingga tidak menyebabkan efek negatif
pada kesehatan lingkungan? Antropologi ekologi memberikan penjelasan tentang
perilaku-perilaku manusia dalam proses interaksi timbal balik tersebut.
Antropologi ekologi sebagai studi tentang bagaimana peilggunaan sumberdaya alam
oleh manusia mempcngaruhi dan dipengaruhi oieh organisasi , sosial dan nilai
budaya (Bennett 1968: 10-11). Dalam kaitan deng<J.n gizi dan kesehatan. sistem
ekologi memberikan simulasi tindakan manusia da1am mengorganisasikan tindakan
perblehan manfaat uari 'sumberdaya alam dan dampaknya ,bagi sistem sosial
komunitas, '
I Ungkungon 800101 'I ~===--=:======~==:::::==-_I UnOkunOOft Fiolk
fI
Ktbutuhan BloIoQI dan PlUtO·
1>10100: IndNld.l
I
Gambar 2. Model Ekologi dalam Mempelajari Gizl
Dengan demikian pendekatan sistem merupakan salah satu pendekatan yang
dianggap paling penting dalam bidang antropologi gizi (Jerome et al 1980) dan
antropologi kesehatan (Foster 1986; Kandel et al 1980). Namun demikian
pendekatan sistem ala Rambo tidak dapat digunakan begitu saja dalam ' proses
anal isis karena mencakup variabel yang sangat kompleks. Pendekatail sistem lebih
merupakan sebuah pengantar yang penggunaannya perlu lebih disederhanaka:n.
Contoh penyederhanaan antara lain dilakukan OIeh Jeroma et al (1980) yang
memasukkan komponen-komponen Hngkungan fisik: lingkungan sosial. organisasi
sosial. teknologi dan budaya yang berpusat pada pemenuhan' kebutuhan biologi dan
psiko-biologi individu seq~gai pusat analisisnya (Gambar 2).
1- Fondasi, T~ori dan Diskursus Ekologi Ma~usia 55
Anfropologl E~ologi
Alirctn Ekologi Baru
Munculnya aliran ekologi baru bertolak dari kenyataan yang dihadapi mengenai
hubungan antar unit-unit dalam ekosistem yang dianggap oleh aliran ekosistem
selalu berada dalam keseimbangan. Kenyataannya keseimbangan tersebut tidak
pernah ada. Gugatan terhadap konsep keseimbangan pertama kali muncul dari E!ton
yang· menyatakan bahwa keseimbangan alam tidak terjadi dan bahkan tidak pernah
ada. Pada 1983. Connel dan Sousa memperoleh kesimpulan yang sama dengan
menyatakan: "seandainya keseimbangan alam memang ada. maka akan sudah
terbukti pula bahwa hal itu sulit didemonstrasikan" (Scoones 1999: 481).
Kelompok yang tergolong aliran ekologi baru kemudian mengajukan tiga tema
pengertian pokok mengenai dinamika. yang masing-masing memiliki potensi
penting (Scoones 1999: 483). Pertama. pengertian mengenai variabilitas ruang dan
wo.ktu yang telah mengarahkan pada pergeseran debat dinamika populasi di luar
asumsi-asumsi sederhana mengenai keseimbangan yang teratur kepada apresiasi
yang ·Iebih ·Iuas mengenai dinamika yang kompleks. ketidakpastian dan
mengejutkan. Kedua. mengeksplorasi skala proses-proses dinamis yang
mengarahkan pergeseran cara pan dang dari model interaksi linear menembus
tingkatan-tingkatan/hirarki analisisis sistem dan pada pengertian yang lebih luas
mengenai. pola-pola spa.sial mengenai proses-proses ekologi dari skala yang lebih
sempit ke landsekap yang lebih luas. Ketiga. pengenalan mengenai pentingnya
dinamika sesaat terhadap pola-pola dan proses yang sedang terjadi. mengarahkan
pada kerangka dasar yang lebih luas menjadi pekerjaan baru dalam pola ekologi.
evolusi ekologi dan sejarah lingkungan.
Setiap tema menekankan pada kebutuha'1 untuk melihat lebih luas melintasi
beiMam. disiplin ilmu-ilmu sosial - terhadap antropologi. geografi. sejarah. institusi
ekonomi. ilmu politik. studi ilmiah. sosiologi dan area-area lain. Perubahan
pandangan dar.i ekosistem ke ekologi baru menyentuh langsung isu-isu konseptual.
metodologl dan implikasinya terhadap kebijakan (Scoones 1999:497). P~rtama.
terhadap isu konseptual. peningkatan pengetahuan mengenai kebutuhan melampaui
.. pembagian alamiah-budaya. mendorong. kita untuk menantang dikotomi lain yang
. - tidak membantu. dan meningkatkan . gaya investigasi yang le.bih integratif .
. Pendekatan seperti itu. umpamanya. mengikuti analisis struktural dan analisis pad a
.. pelaku. meniperhatikan pengetahuan Hmiah dan pengetahuan loka/. dan
-mengintegrasikan unsur-unsur alamiah dan sosial dalam mengeksplorasi prosesproses perubahan lingkunga~. · -
Kedua. lingkup isu metodologi. hibriditi. pilihan inovatif. dan interdisiplin semuanya .
inenggambarkan pendekatan yang mengkombinasikan pengertian peru bahanperubahan ekologi dengan analisis historis dan .etnografi yang · lebih kiJalitatif.
pendekatan interpretif dan pendekatan multi aktor daiam melakukan in'lestigasi.
56 1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manu,ia
Anfropologi Ekologi
Ketiga. menyangkut cara kerja baru yang memiliki implikasi signifikan. terhadap
kebijakan dan praktisi yang hanya memulai untuk dieksplorasi. Misalnya:
konsekuensi kompleksitas dan ketidakpastian dalam ekologi dan sistem 'sosial
memiliki implikasi besar bagi lapangan ban.! penerapannya dalam proses-proses
kebijakan. disain institusi dan organisasi. dan implementasi pendekatan yang
berlangsung pada tingkat implementasi.
Ketiga implikasi di atas (isu konseptual. metodologi dan signifikansi terhadap
kebijakan dan pendekatan praktis) tampak jelas dalam setiap kaf"\ja tulis Vayda seJak'
tahun 1970an hingga 2000an. Karena itu pembahasan mengenai ketigd implikasi
tersebut di atas dalam tulisan ini dilakukan dengan menelusuri pemikiran Vayda.
a. Pendekatan Aktor
Akar munculnya aliran ekologi baru adalah dari pendekatan individual yang
dikembangkan Orlove (1977). Orlove menekankan penelaahan proses-proses
pengambilan keputusan di setiap 'individu dalam berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya~ Setiap individu diasumsikan berhadapan dengan berbagai alternatif
eksploitasi sumberdaya. Individu yang mengambil keputusan tepat dapat
mempertahankan kehidlJpannya dan bagi yang sala.h mengambil Keputusan akan
gaga!. Suatu masyarakat 9apat bertahan dilingkungannya jika mayoritas individu
mengambil keputusan yang sama dan tepat dalam berinteraksi denganlingku(1gan.
Pendekatan tersebut bila ditelaah lebihlanjut sebenarnya terkait erat gengan
pendekatan persepsi lingkungan· yang dilontarkan oleh kalangan ahli geografi.
Pendekatan persepsi lingkungan menitikberatkan analisisnya pada interaksi yang
terjadi antara kondisi riil lingkungan. pengambilan keputusan dan pola perilaku.
Pendekatan tersebut bertolak dari asumsi dasar bahwa setiap pengambi lan
keputusal.1 dalam berinteraksi dengan lingkungan akan sangat diten~ukan .. oleh
kemampuan manusia dalam memandang dan mengeval;Jasi lingkungan dlsekitarnya
(Grossman dikutip Adiwibowo 1983). Melalui analisis tata nilai. sikap (attiwde) .. dan
pola perilaku d~lam berinteraksi dengan lingkungannnya. pendekatan ini akan.dapat
menelusuri faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya suatu keputusan.
Salah satu hal yang menyulitkan pendekatan ini adalah pemahaman terhadap
kompleksitas hubungan yang terjalin antara ·tata nilai. sikap ·dan pola perilaku, Oi
samping itu yang tidak kalah rumitnya adal.ih teknik pimgukuran persepsi dan sikap.
yang pada dasarnya bersifat abstrak; Walaupun demikian. pendekatan : inl
mempunyai sumbangan yang penting bagi khasanah metodologi studi . ekol.ogi
manusia. Melalui pendektitan ini ditampilkan dengan jelas mekanisme adaptasi
manusia (dan masyarakat) dengan lingkungan di sekitarnya terutama dalam
niengatasi goncangan-goncangan IingkungaR. Pandangan kalangan ahli .geografi ini
ternyata banyak pula menarik perhatian para antropologi. Vayda dan . McClay
(1975) bahkan menempatkan pendekatan ini sebagai aliran baru dalam pemikiran
antropologLekologi.
,- Fondasi, TeoridanDiskursus Ekologi Manusia . 57
Anfropologi Ekologi
. ~
Pemikiran Orlove di atas tampaknya sejalan dengan pemikiran ,awai Vayda ten.!~ma
berkaitan dengan mekanisme penyeimbang dalam hubungan antar manusiU: dan
IIngkungan dan pengeneralisasiannya dalam dinamika sistem sosial dan ekologi
(Ahimsa-Putra 1994). Bahkan kemudian pendekatan individual menjadi perhatian
'pokok dalam karya-karya Vayda seianjutnya.
Dalam tulisannya mengenai peperangan dalam masyarakat Maring pada tahun
1994. Vayda seolah-olah menanamkan benih ckologi baru dalam antropologi
ekolbgi (Ahimsa-Putra 1994). Berbeda dengan karya-karya sebelumnya yang
difokuskan pad a fungsi peperangan sebagai mekanisme penyeimbang d~ lam
hubungan antar manusia dengan lingkunganilya. artlkel ini pertama-tama berusaha
merumuskan generalisasi mengenai perang itu sendiri sertil. uinamika dalam sistem
sosial dan ekclogi. Untuk mencapai tujuan ini peperangan dipandang hanya sebagai
salah satu dari sejumlah proses adaptasi manusia terhadap kekacauan yang terjadi
dalam lingkungannya. Minat Vayda pad a upaya manusia menanggapi berbagai
kekacauan ini berkaitan dengan posisi neo-fungsionalisme sebelumnya. Kaitan ini
tampak jelas dalam kutipan dari tulisan Vayda sebagai berikut:
M The analysis of homoostatical process calls for consideration not 01J1y of how human
being or other organisms respon to perturbations. but also how,they maintain the
capacity to respond adaptively. Such maintenance meiins. among other things.
leaving resources available for responding to future stresses after present ones have
been dealth with; it thereforE may be assumed that successful human populations
like succesfull animal species. have evolved mech?nisms for achieving at least rough
,' correspondences between magnitudes of pertubationsand magnitude of responses
, to them (Ahimsa-Putr3.1994: 23).
Vayda , dan McCay melihat empat kelemahan dalam pendekatan neo-fungsional.
yakni: (1) penekanan yang berlebihan pada faktor energi; (2) ketidakmampuannya
menjelaskan gejala-gejala kultural; (3) keasyikannya dengan keseimbangankeseimbangan yang 'statis (static : equilibrium): dan (4) ketidakjelasannya
merientukan unit analisis yang tepat.
Dalam, analisis biologi penekanan pad a efisiensi penangkapan energi hanya
bermanfaat dalamsituasi dimana energi merupakan faktor yang menentukan. Jika
tidak. ' maka penelitian harus diarahkan pada hal-hal yangdlanggap oleh orang yang
diteliti ' sebagai 'masalah {Vayda dan McCay 1975:296). Para ahli ekologi mulai
m'enyadari bahwa, model:model dalam analisis sistem tidak dapat inenjelaskan
proses~p!'oses biologis. Karena kekhususan-kekhususan serta opportunism yang ada
dafam' proses evolusi. model-model tersebut tidak 'dapat misalnya menebak. strategi
apa · yang diambil oleh suatu ,organisme dalam menanggapi masalah lingkungan
yang dihadapi. Pandangan yang' berpusat , pad a soal keseimbangan (equilibrium
centred) ' yang ' dianut oleh para ahli ekologi juga telah d,ikritik karena
ketidakmampuannya untuk menangani masalah-masalah " kontemporerseperti
58 1- Fondasi, Teori,dan Diskursus Ekologi Manus.ia
I.
Alltropologi Ekologi
kepunahan berbagai spesies flora dan fauna. pertambahan penduduk dan
sebagainya.
Melihat berbagai kritikan dan perkembangan baru dalam berbagai disiplin yang
terkait. seperti geografi dan ilmu kedokteran. Vayda dan McCay kemudian
mengusulkan sebuah perspektif oaru bagi antropologi ekologi. yang lebih
memusatkan perhatian pada masalah-masalah lingkungan dan berbagai tanggapan
atau respon yang diwujudkan untuk menghadapi masalah-masalah tersebut. Empat
langkah penti;'lg yang diperlukar. dalali'! perspektif baru tersebut adalah:
(1) Menarur. perhatian pada berbagai kemungkinan atau masalah-masalah yang
berkaitan dengan penggunaan energi.
(2) Melakukan investigasi terhadap xemungkinan hubungan ant.ara karakteristik
yang acak. seperti: tegangan mereka. lamanya dan hal-hal yang baru. serta
respon masyarakat secara temporallainnya.
(3) Menghindari pandangan equilibrium yang terpusat dan mempertanyakan
mengenai perubahan terhadap homeostati5. .
(4) Mempelajari bagaimana keacakan direspon tidak hanya oleh kelompok tetapi
juga oleh individu (Vayda dan McClay 1975: 302).
Berdasarkan berbagai pengalaman dalam penelitian-peneHtian emplriS Vayda
tergugah pada persoalan bagaimana pengaruh-pengaruh mahusia dapat dimasukkan
lebih baik dalam studi-studi ekologi (Vayda. 1993: 61: 1996: 1) dan · mengapa hal
itu terjadi (Vayda 1996: 1). Vayda menjelaskan pertanyaan tersebut dengan
memfokuskan pad a pertimbangan-pertimbangan metodologi dan penjelasan yang
seharusnya menjadi perhatian para ahli e~ologi nianusia. atau ilmuwan sosial
lainnya atau ilmuwan biologi ya.ng mempelajari tindakan manusia dan
konsekuensinya terhadaplingkungan.
b. Kontekstualisasi Progresif
Vayda mengasumsikan bahwa dalam studi ekologi kita tidak perlu terlalu banyak
. mencurahkan usaha-usaha untuk membangun · atau menguji teori umum atau ,
bahkan menguji beberapa proposisi mengenai perilaku masyarakat dalam suatu
daerah atau masyarakat tertentu untuk menjawab .secara empiris pertanyaan-
. pertanyaan mengenai mengapa sesuatu telah terjadi. Menurut Vayda hai itu dapat
dilakukan dengan membuatperilaku kongkrit manusia dan efek-efek kongkritl}ya
pada lingkungan sebagai oby.ek studi utamanya. dan kemudi<:.n · mencari · benang
merah hubungan-hubungan kausal antar area yang· lebih luas · dan antar waktu
(1993: 69-70; 1996: 2. 16). Pengetahuan umum atas hipotesis dapat diguna~.an
sebagai panduan untuk mencari hubungan-hubungan kc.usal dengan kegiatankegiatan sebelumnya. tetapi sering kali hanya sedikit yang kita ketahui sebeluliJnya
tentang pengetahuan umum atau hipotesis yang akan menyinggung kasus yang kita
hadapi. Hanya ketika kita mengetahui beberapa kasus yang sesuai dengan hipotesis
kita. kita, dapat menarik kesimpulan mengenai adanya hubungan kausal antar
fenomena (Vayda 1996: 50). fa berpandangan . bahwa tepat sekali memperhatik~n
. . 1- Fondasl, Teoridan Diskursus Ekologl Manusia
.-
Antropologi Ekologi
hubuRgan-hubungan kausal da!am menjawab pertanyaan "mengapa" ". (whyqUestion) sebagai tujuan dasar dalam mengumpulKan dan ,inenganalisis datft. dan
bahwa pengetahuan bagaimana meneruskan tindakan tersebut akan sangat
ditentukan oleh kefTlampuan peneliti untuk mengolahnya ke dalam pikirannya .
. Asumsi dasar yang dipegang o!eh Vayda adalah bahwa ekosistem bukan sebagai
entitas yang secara obyektif riil. meiainkan sebagai konsep analitis untuk memilahmilah interaksi organisme yang berbeda yang hidup bersama pada ruang yang
terbatas: obyek kontekstualisasi adalah kegiatan dan interaksi (Vayda dan McCay
1975: Vayda 1983: 276: 1993: 68: 1996: 13). Meletakkan kegiatan dan
konsekuensinya ke dalam konteks membutuhkan adanya prosedur empiris tanpa
melakukan demarkasi mengenai konteks tersebut. Rasionalisa:;i mengenai hal ini
adalah bahwa konteks sering berubah-ubah dan tidak berkoresp6ndensi dengan
ke~eluruhan ilmu sosial dan ekologi konvensional (Vayda i 993: 71).
Terhadap asumsi bahwa perilaku manusia mempengaruhi ekosistemdiarahkan oleh
asum:;i konseptualisasi dasar atau nilai-nilai mengenai alam atau lingkungah pada
umumnya. ilmuwan-ilmuwan sosial yang menaruh perhatian pad a pengaruh
manusia terhadap ekosistem diharapkan memprioritaskan penelitjannya untuk
mengidentifikasi konseptualisasi dan nilai-nilai ini dan menufljukannya bagaimana
perilaku berhubungan secara harmon is dengan lingkungan. ,I .
Terdapat dua persoalan pokok dalam analisa ekosistem sehingga perlu suatu
penelitian dimulai dengan pertanyaan why-question (Vayda 1993: .1996). yaitu
masalah yang berkenaan dengan konsep dan nilai tentang lingkungan dan masalah
yang ·berkaitan dengan mempelajari manusia sebagal komponen dari sistem yang
didefinisikan secara.apriori. Asumsi umum bahwa perilaku manusia mempengaruhi
lingkungan diarahkan oleh kcnsepsi dasar atau nilai mengenai lingkungan. Asumsi
ini menyatakan bahwa ilmuwan sosial meni\ruh perhatian terhadap pengaruh
manu$ia terhadap Iingkung3.n akan sesuai bagl penelitian mereka untuk
rhengidentifikasi konseptualisasl dasar atau nilai dan menunjukkan .bagaimana
perilaku sesuai dengan kon$ep dan nilai dasar itu. Konsepsi tersebut berasaf dari
aliran positivisme yang diadaptaslkan dalam ilmu sosial. namungagasan ters~but
tidak dapat digunakan sedikitpun untuk menjelaskanperilaku. Menurut Vayda. tipe
pendekatan konseptualiasasi mengenai alam sebagai masalah. bukan karena mereka
~ mengembangkan penggunaan gagasan untuk menjelaskan perilaku. tetapi lebih
karena gagasan mana yang mereka gunakan dan bagairT'ana mereka
··menggunakannya. Masalah konsep dan nilai yang telah dibahas di atasberkaitan
juga dengan masalah kausalisasi. Sekalipun ketika konseptualisasi dasar atau nilai
~efkenaan', dengan alam tampak eksis di antara penduduk. kemujarabannya dalam
mempengaruhi tindakan terhadap konsekuensi lingkungan secara signifikan masih
'. dipertanyakan, Mereka jarang mempengaruhi lebih dari suatu aspek dari
keselun.ihan lingkup perilaku lingkungan.
60
' ..
!' ....
I - Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
Antropologi Ekologi
Masalah kedua berkaitan dengan mempelajari manusia sebagai komponen dari
pendefinisian :istem :ecara apriori. Dalam .pendekatan sistem, studi tentang
hub~nga~ d~n Intera~1 a~t.a:a penduduk d~n .ltngkunganr.ya dibuat sebagai bagian
studl dan unit yang dldeflnlslkan secara apnon atau sistem di dalam hubungan dan
interaksi yang dilihat atau diasumsik3.n terjadi. Unit-unit dari pre-difined system
dilihat sebagai suatu entitas yang batasannya telah ditentukan sebelum penelitian.
Konsistensi Vayda pada pendekatannya mengenai model analisa dengan sebabakibat (causal-effed), ditunjukkailnya dalam buku DOing and Knowing: Question
about Studies of Local Knowledge (Vayd;:. dan Setiawati 2000). Dalam buku tersebut
dinyatakan bahwa:
~We are interested in the action that people take in using and managing {h~ir
environments or environmental resour.es. in the knowledge that {hey taking those
actions and not taking certain others is based on. and in the cause of changes with
these advocates is our belief that studies of these matters can be important for the
causes of initiatives in economic development and environmental conservation.
Untuk dapat mengatasi masalah-masalah metodologi dan penjelasan antropologi
ekologi Vayda menyusun konsep progressive cC!7textualization (1983) yang sema:~i~
dipertajam dalam tulisan-tulisan berikutnya (Vayda 1989; 1996; Vayda -dan
Setiawati 2000). ya:tu difokuskan pada penjelasan dar! jawaban pertanyaan
"mengapa", suatu model analisa dengan pentjckatan pada masalah yang telah
dirintis oleh Orlove (1977).
Pendekatan pada masalah kemudian dilanjutkan oleh Vayda sejak tahun 1980an
hingga saat ini. Pad.1 1983. Vayda menu lis artikel HProgressive Contextualization:
Methods for Research in Human E.cology. Melalui artikel ini Vayda menawarkan
suatu prosedur membangun fokus terhadap aktivitas manusia yang signifikan atau
interaksi masyara~at - lingkungan dar. penjelasan interaksi tersebut dengaFl
menempatkannya secara progressive atau melakukan kontekstualisasi yang · terus
menerus dan lebih padat (1983: 265). Melalui metodc ini akan dapat diper.oleh .
. manfaat sebagai berikut: (a) pemecahan atas pertanyaan telah lama muncul dalam
studi ekologi manusia, unit pertanyaan yang relevan untuk suatu pem;litian~ (b)
terhindarkannya asumsi stabilitas suatu unit atau sistem; (c) menghemat waktu.
tenaga. dan d-ana: (d) mengeliminir masalah yang selalu timbul di program Man and
Biosphere (MAS), yakni integrasi ilmu-ilfT\u sosial dengan disiplin ilmu lainnya: (e)
memberi hasil yang nyata, praktis da.n mudah dikomunikwiki\n dengao para
pengambil keputusan, dan secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan (Vayda
1983).
Pertanyaan "mengapa" semakin dipertajamdalam bukunya Methods ;;.nd
Explanations in The Study of Human Actions and Their Environmental Effects (Vayda "
1996) yang merupakan edisi lengkap dan revisi dari artikelnya sebelurTlnya yaitu
Ecosystem and Human Actions (Vayda 1993). Beberapa contoh penggunaan model
1- Fondasi, Teori dan Diskursus. Ekologi Manusia - 61
-- --
Antropologi Ekologi
analisis progressive contextualization yang bertolak dad pertanyaan why-ql.l.estion
diantaranya yang diungkapkan oleh Vayda dalam tulisan ters~but adalah peniJitian
Sen yang diklaimnya sebagai penelitian yang berhasil dengan menggunakan
metodcilogi tersebut di atas dan peneiitiannya bersama Ahmad Sahur di Kalimantan
Tirnur (Vayda 1996: 265-266: Vayda dan Sahur 1996). Tujuan umumpenelitian Sen
adalah menjelaskan kehidupan perempuan berkaitan dengan kelaparan. Mula-mula
ia tidak mengkontekstualkan mereka sebagai orang yang kekurangan makanan
sebagai representatif keseluruhan masyarakat. tetapi mengkonseptualisasikan
mereka sebagai kelaparan secara individual . dan dengan demikian ia
rnempertanyakan siapa yang kelaparan dan pe:-ubahan-perubahan apa yang mereka
alami - apakah seragam atau bervariasi - dalam situasi mereka. apa yang membuat
mereka kelaparan sementara yang lain di daiam masyarakat yang sarna masih
rnemperoieh cukup makanarl. Pmsedui yane sarna dilakukan oleh Vayda dalam
penelitiannya menger.ai kekuatan-kekuatan yang memberikan kontribusi dalam
penggundulan hutan di Kalimantan Timur. la mengkonseptualisasikan orang . yang
diwawancarainya atau diamadnya sebagai penebang individual. Dibimbing oleh
konseptuali~asi demikian. Vayda et al menyusun tujuan awal penelitiannya terhadap
kegiatan individual yang menebang pohon dan efeknya jika kegiatan tersebut
sebagai celah kedl dan sebagai ruang yang terbuka di dalal:} hutan. Efek yang
ditimbulkan menarik bagi peneliti karena mereka menyadari bahwa celah dan I
ukuran ruang hutan yang dibuka sangat penting bagi kemamp,Lian tanamal"l tertentu
untuk tumbuh kembali. Pada ruang yang terbuka luas. kes€mpatan untuk
mendapatkan makanan yang dibawa oleh angin dari pohon-pohon di sekitar lahan
yang terbuka luas menjadi sangat kedl karena jarak antara pusa: dan pinggiran
cukup jauh. Selain itu api yang berasal dari pembak9-ran membuka lahan oleh
peladang berpindah lebih intensif pad a lahan yang terbuka luas karena itu pada
lahan tersebut lebih mudah kehilangan makanan dalam tanah dan tanaman semak ,
rnenjadi ~ancur.
Argumen lain.dari pentingnya studi dengan "why question" adalah kebutuhan untuk
rnemberikan variabiliti dan keterhubungan sesuai dengan konteks tujuan perilaku
l11anusiadan menghindari kesalahan dalam melakukan tipo!cgi dan pendekatan
budaya sebagai norma (Vayda 1989: 187). Berkenaan dengan kegiatan manusia dan
konsekuensi yang diinginkan/tidak dinginkan sebagai obyek yang tepat dari
p"enjelasan antropologi dan ekologi manusiadan sebaliknya bagi penjelasannya
dalam .contextual mode (1983). 'Yang paling penting untuk ditemukan dan
. iTtengadopsi cara-cara ' membidik tepat pad a pengetahuan dan .tindakan . yang
me"mi!1ki sighifikansi dan "relt:van secara praktis untuk membangun dan melakukan
tlnd'akan tertentu. misalnya tindakan konservasi.
Contoh lain mengenai penjelasan tentang kontekstuali:;asi ditunjukkan oleh Vayda
dalam pembahasannya mengenai Explaining Why Marings Fought (1989: 159).
Vayda menjelaskan bahwa pertanyaan Why Marings Fought dapat menghasilkan
beragam jawaban yang . berbeda. tergantung pada asumsi orang yang ditanyai
mengenai pertanyaan tersebut. Dalam penjelasannya mengenai Why Maring':;/fought.
62 1- Fondasi, r~ori.dal1 Dis~ursu.s Ekol99i Man~ 'ia . .' ~ :
-
j
I
- -- -
Antropologi Ekologi
semula ia menemukan bahwa orang Maring berperang karen a kekurangan laban.
Pendapat tersebut ditanggapi oleh Feil dengan menya~kan bahwa · penjeiasan
tersebut benar jika orang Maring berperang hanya jika tanpa kekurangan 'Iahan
niereka tidak berperang (Vayda 1989: 172). Kenyataannya peperangan diantara
kelompok orang M~ring masih saja terjadi. Dari dua kubu yang berperang. hanya
satu kubL! yang memberi alasan bahwa mereka berperang karena kekurangan lahan
untuk hid up. Pada kubu yang lain menyatakan bahwa mereka berperang demi
harga diri dan kehormatan. Karena itu alasan kekurangan lahan sebagaipenjelasan
mengapa mereka berperang tidak dapat diterima menjadi satu-satunya penjela5an
(Vayda 1989).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengkontekstualisasian adalah frekuensi
kejadian serupa. Dalam penjelasannya Vayda menekankan pada peitanyaal)
"mengapa orang Maring sering berperang" bukan pada pertanyaan "mengapa orang
Maring berperang paoa waktu tertentu saja" (Vayda 1989: 172). Penjelasan tersebut
menunjukkan bahwa penjelasan kekurangan lahan bukanlah satu-satunya penjelasan
mengapa orang Maring berperang. Penjelasan sangat tergantung pada
kontekstualisasi masalah penelitian yang ditemukan di lapangan. la kemudl.an
merujuk pada explanatory relativity yang dicetuskan oleh Garfinkel (Vayda 1989;
171). Garfinkel merlyatakan bahwa: !
MExplanations are bith made and either accepted or not accepted with at least
implicit reference to specific altematives or contrats (T 989: 171!
. ,'.
Prosedur membangu:: contextual mode adalah menjelaskan kegiatan . atau
konsekuensinya dengan mengkontekstualkan mereka tanpa melakukan demarkasi
secara apriori terhadap konteks. termasuk dalam pe~jelasan tentang tindak~n tidak
saja ciri-ciri fisik dan konteks institusional tetapi juga maksud. tujuan. pengetahu'an
dan kepercayaan para pelaku. keseluruhannya memungkinkan mereka sendiri
menjadi obyek penjelasan: mendukung penjelasan mengenai kegiatan-kegia!9-n
dalam kasus-kasus khusus dengan penggeneralisasiannya tidak perlu berdasa~kan
hukum-hukum yang ada. tetapi dengan keputusan eksperimental tentang hubunganhubungan yang dapat dimengerti antar tindakan: alasan-alasan para p~!aku !1n~uk
melakukannya. dan konteks-konteks dimana mereka menjadi dan ketika penjelasan
konsekuensi yang tidak dikchendaki atas tindakan-tindakan yang dimal<,suq •. tidak
membuat . asumsi apapl'n sehingga tindakan-tindakan dikontrol secara teleologi
dengan membuat hipotesis proses-proses yang terjadi pada level yang leb,ih tinggi
atau dengan komunitas. masyarakat. ekosistem. atau unit-unit yang lebih -~in ggi
lainnya di dalam mana kegiatan-kegiatan individual mungkin terjadi (Vayda 1989:
174: 1987: 500).
Cara ini memungkinkan mereka untuk melihat dan. memahami berbagai kegi,atan
yang mereka amati serta sebab-akibatnya. tanpa harus membuat asumsi mengenai
kegiatari atau' kelanggengan (permanence) kelompok-kelompok yang melakukan
berbagai kegiatan tersebut. Pembimbing lain yang penting dalam penerapan
1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia 63
----
-Antropologl !kologl
metode ini adalah segala pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti tentang berb~gai
konteks dimana interaksi-interaksi yang mirip juga terjadi. Penelitian di Kalimafttan
itu sejak awal dibimbing oleh pengetahuan bahwa konversi sepertl yang ditemukan
di Kalimantan terjadi juga dibagian lain di dunia melalui tangan orang-orang yang
tidak punya akar tempat tinggal. yang tidak mp.miliki tanah. yang tehimp:t di
. kampung mereka oleh perri!ikan tai"!ah yang pincang atau oleh pertumbuhan
periduduk~ yang berjuang sekuat tenaga untuk hidup di tengah-tengah berbagai
kondisi lingkungan yang tidak ramah. Kemudian si peneliti pergi ke lapangan untuk
r.1elihat apakah keg:atan peladangan berpindah berlangsung dalam kondisi yang
sama.
Pendekatan tersebut mengarahkan pada konsentrasi penemuan siapa meiakukan
apa. mengapa mereka melakukannya, dan bagaimana efeknya dengan sangat
terkonsentrasi pad a temuan yang langsung dapat digunakan oleh pengarTlbil
keputusan (Vayda 1983: 276). Dalam melakukannya kita dapat muiai dengan
tindakan-tindakan atau interaksi kehidupan individual dan dapat diarahkan pada
konteks yang membuat aksi atau interaksi dapat dimengerti dengan menunjukkan
letak mereka dalam kompleksitas hubungan sebab dan akibat. Tldak ada asumsi
apriori yang perlu dibuat. Namun demikian. mengenai keperf1lanenan kompleks
atau keterhubungannya dengan unit-uriit yang didefinisikan/ atau diidentifikasi
terdahulu untuk tujuan analisis sistem. Jadi. progresive context{Jalisasi membantu
kita dengan cara mengambil pengertian yang holistik tanpa bantuan terhadap
kerangka slstem dan asumsi-asumsi yang tepat mengenai stabilitas sistem dan
tentang mekanisme bagaimana stabilitas terJadi (Vayda 1983: 270-271).
Berkenaan dengan unit analisis. beberapa ahli ekologi ' menolak pandangan bahwa
ekosistem merupakan suatu sistem yang mengatur clan ·menentukan dirinya sendiri
derigan tLijuan-tujuan ' sepertl meningkatkan efisiensi. energi atau produktivitas.
efisiensi daur Lilang bah an gizi. biomassa dan sebagainya. Oleh karena ekologi
sistem hanyalah suatu unit analisis. dan bukari merupakan suatu jasad biologls yang
betul-betul ada (biological entitYJ; para ahli biologi kemudian mulai memancfang
seleksi alam sebagai pmses yang bekerja pada individu-Individu yang hidup. dan
bukan pada suatu ekosistem (Vayda dan Mccay 1975: 299).
Untuk. tujuan menemukan variabel-variabel kompleks mengenai metode interaksi
sebaq. akibat dalamhal mana masyarakat - lingkungan berinteraksi sebagai
ko'n'sentrasi utama suatu penelitian terjadi. Vayda menggunakan kombinasi ad hoc
metode-metode kuantitatif dan kualitatif - seperti kualitatif: interview informal dan
merupakan teknik-teknik antropologi mengenai Cibservasi partisipatif dan metooe
k'uandtatif seperti survey rumahtangga. alokasi w2.ktu. dan penggunaan tallah.
balam memutuskan · tentang . metode. Vayda bera5umsi bahwa metode cepat ' dan
bersih yang dikembangkan Chambers. untuk memperoleh data dari sisi masyarakat.
lebih cepat dan menghemat dana jika investigator bebas melakukan ekspedmen
mereka- tanpakendala mengikuti rutinitas mereka (Vayda 1983: 272; Vayda , dan
Setiawati 2000: 26), .. .. ':;.
64 1- Fondasii Teori dan Diskursus EkologiManusia
-- - -- - --
Antropologi Ekologi
Prosedur penelitian yang dilakukan oleh Vayda dan Setyawati (2000) dengan
pendekatan why-question betkenaan dengan penjelasan pengetahlJan lokal dalam
lingkup ekologi pada suatu studi kasus dengan dri-ciri pendekatan sebagai berikut:
(1) . Mengidentifikasi pada awal tindakan-tindakaf1 tertentu yang berhubungan
dengan lingkungan atau sumberdaya sebagai obyek stud! berdasarkan
relevansinya bagi pembangunan dan/atau konserJasi atau program berdasarkan
penemuan kriteria konvensional bagi subjek matter para antropolog.
(2) TIdak mempelajari pengetahuan semata. dan t:dak juga singling out shared or
so-coiled cultural knowledge for investigation. tetapi sebaliknya. mencobiihanya
terhadap pengetahuan lokal tertentu yang cenderung berguna bagi kita untuk
mengarahkan fokus pad a penjeJasan kegiatan khusus karena relevansinya
terhadap pembangL!nan/atau konservasi.
(3) TIdak berasumsi bahwa tindakah-tindakan praktis dan !)engetahuan di balik
mereka dimana kita tertarik adaJah melekat dalam keseluruhan sistem atau
melekat dalam matriks budaya yang mana mesti dilihat secara menyeluruh' jika
kita berusaha mengerti tindakan-tindakan praktis dan pengetahuan yang' cukup
untuk menggunakannya secara efektif untuk menemukan tujuan pembangunan
dan tujuan konservasi. Sebaliknya. subscribing terhadap hal ini . terhadap
pandangan filosofis. kita mengasumsib.n: .
a) Bahwa pengertian atau penjeiasan terhadap sesuatu -yang dilakukan atl.U
'diketahui oleh orang dapat didasarkan pada penglihatan atau
memperlihatl<an hubungan-hubungannya terhadap sejumlah .sesuatu yang
lain. atau kejadian. apakah dalam s'uatu encompasing cultural matrix atau
tidak.
b) Bahwa penjelasan parsial. mengindikasikan hanya pada hubunganhubungan dan missing others adalah berguna.
c) Bahwa keputusan kita mengenai hubungan-hubungan mana yang lebih
banyak diperhatikan atau diperhatikan lebih , awal mungkin dibuat
berdasarkan pragmatic ground
IMPUKAS: TEORI DAN METODE
Konsekuensi dari pendekatan terhadap pelaku (actor-based approach) . adalah .
semakin dekatnya ar.alisis antropologi pad a persoalan-persoqlan prakti~ yang
dihadapi dalam pembangunan, Pendekatan ter:'adap pelaku se:ara individudengan
bertolak dari pertanyaan Why dengan kontekstualisasi yang terusmenerus
memungkinkan analisis ekologi dapat diintegrasikan dengan analisis-analisis dari
disiplin ilmu yang lain untuk dapat mengungkapkan dan mengatasi masalah- .
masalah yang timbul dalam proses pengelolaan lingkungan hidup. 'Pendekatan
seperti itu akan dapat dengan mudah digunakan untuk pengambilan keputusan
dalam program-program pembangunan. untuk' 'hlengatasi ketidakseimbangan
hubungan . antar unit dalam ekosistem, ·dimana hal ini menjadi 'titik tolak bagi
munculnya aliran ekologl baru sepertl telah dljelaskan sebelumnya.
1- Fondasi, Teori dan Diskurs"" Ekologl Manusla 65
---
Antropologi Ekologi
Argu~en Vayda dan Setiawati (2000: 4) dalam, hal ini adalah setuju dalam
beberapa hCl.l terhadap gagasan Rurai Rapid Appraisal dan sejenisnya. rapid resetich
method$ dalam studi pembangunan. Mereka pun setuju dengan pernyataa n
Chambers mengenai efek bahwa penting dan berguna mengetahui apa yang tldak
berguna untuk diketahui dan berusaha untuk tidak mencarinya. Namun demikian.
pandangan seperti itu masih cenderung merupakan slogan bagi para pengikut
Champers. karena mereka tidak mempersoalkan prosedur yang tepat dalam
panduan penelitian mereka dengan pertanyaan mengenai sebab-sebab dari suatu
hasil yangmenjadi perhatian. Demikian pula. tidak ada bimbingim yang jelas yang
ditemukan dalam tulisan mereka tentang bagaimana suatu keputusan yang diambil:
mana pengetahuan yang tidak berguna. dan mana pengetahuan yang berguna.
Scmakin dekatnya hubungan antara disiplln antropologi dengan disiplin ilmu
lainnya dalam perspektif ekologi banI tampak pada upaya-upaya pengembangan
metodologi yang telah ·dilakukan oleh Vayda dalam dua puluh tahun terakhir.
Kedekatan tersebut dapat dilihat dari alur pemikirannya untuk mendekatkan model
ana lis is dengan pendekatan-pendekata'n praktis yang dikembangkan oleh Chambers.
yak")i pendekatan partisipatif seperti Rapid Rural Appraisal at.au yang sejenisnya. . r
· .
Modelkoiltekstualisasi Vayda memang membutuhkan kesadaran' akan pentingnya
pemanaman dan pengetahuan masyarakat setempat untu~rt1engungkapkan
permasalahan-permasalahan ekologi tanpa harus memb~tasi elemen-elemen
pengarT'atan dengan menggunakan konsep yang didefinisikan secara apriort: yang
juga telah sejak lama ditekuni oleh Chambers. Kedekatan tersebut tampak pad a
tuiisan Vayda dan Setiawati sebagai berikut: .
M ...... what is obtilined and recorded by the methods (Mrapid rural appraisar
· and sImilar shortcut) Is too often only background, information for the more
sharply focused ingu!ries needed to produce usable evidence for or againts
particular. situation-specific causal possibilities in the kind of research that we
are advocating on the causes of practically relevants actions. We believe that
· those .stil! committed to holistic ethnography. can make their research more
useful! by letting it be guided more. .. ...... by dear questions about the Cduses
of concrete actions or events relevant to development and/or conservation
concem" (2000: 26). . .
Dergan ka~ :Ialn pendekatan kontekstualisasisecara teru5-menerus dalamsuatu
pene[it!an etnografidengan pertanyaan terbuka bertolak pada Why-question dan
dengan pengetahuan apa. orang melakukan apa. Kemudian dengan membatasi
pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana tindakan dan pengetahuan dipengaruhi
oleh faktor-faktor keistimewaan -peneliti. ~rena meieka (pengetahuan) .adalah
budaya dan diasumsikan sebagaJ bagian dari' (atau melekat dalam) sistem . budaya
yang mesti dipaparkan dan dijelaskan (Vayda dan Setiawati 2000: . 26). Dengan
prosedur demikian dapat mendekatkan penelitian-penelitian antropologi tidak saja
pada persoalan-persoalan .praktis (pradicai adions program). tetapi jugada:pat
66 1- Fondasi, T~ori ~~n Diskursus Ekologi Manusia .• • . . ~. ,. ' . !
Antropologi Ekologi
berkontribusi lebih baik dan akan lebih tepat guna dalam proses-proses
pembangunan.
Pendekatan ya:lg dikembangkan oleh aliran ekologi baru. khususnya oleh Vayda
telah bergeser jauh dari model-modei analisis yang dikembangkan oleh ahli-ahli
antropologi klasik. terutama dari sisi obyek yang diamati dan cara meletakkan
masyarakat yang diteliti ke dalam dunia kehidupan yang lebih luas. Dari sisi 'obyek
yang diamati. untuk mempelajari dan menjelaskan kompleksitaskehidupan sosial
budaya masyarakat yang diteliti tidak dilihat secara keseluruhan. melainkan harus
selalu dilihat secara individual dan kemudian dilakukan kontekstualisasi secara
progresif. Untuk itu tekanan diberikan iebih pada usaha rnenangkap titik pandangan
masyarakat (the native point of view; dengan memperhatikan satu masalah khusus
dan dilakukan melalui individu-individu yang terkait dengan masalah khusus
tersebut. la pun mengambil jalan tengah. tidak secara khuSllS berusaha membangun
teori atau menguji teori dari hasH penelitiannya. tetapi lebih pad a membangun
metodologi penjelasan. la melepaskan diri dari persoaian-persoalan etik yang
oiasanya dikombinas:~(,an dengan pendekatan emik oleh para peneliti antropologi.
Penelitian antropologi pada: umumnya berusaha menangkap pemikiran masyarakat
, dengan pendekatan emik dan etik secara bersamaan atau yang satu mendahului yang
lain. Pelto dan Pelto (1984: 63) menyatakan bahwa ketJMyakan para antropolog
setelah menangkap titik pandang masyarakat (to grasp the 'I 'native pointof view'. his
relation to life. to realize his vision of his word'~ mengutip Malinowski 1922) mereka
melanjutkan dengan mempelajari perilaku aktual dalam' hubungan dengan masalah
teoritis yang lebih umum.
Keunikan lain dari pendekatan yang dibangun o'ieh Vayda adalah sekalipuri - ia
menyederhanakan kompleksitas kehldupan m,asyarakat dimana ia melakukan
'penelitian. dengan fokus pada individu dan masalah-masal,ah khusus. namun ia tidak
melakukan reduksi maupun generalisasi pada tingkat penjelasan yang lebih tinggi.
Penjelasannya selalu harus dibaca dan difahami dari konteks obyek yang diamatinya.
Pendekatan seperti ini memiliki risiko ketidakmampuan berkembangnya orientasi
, teori antropologi ekologi.
Sorotan lain terhadap peneiitian antropologi adalah terlalu banyak waktu yang
dibutuhkan oleh para antropolog untuk melakukan penelitiannya. Persoalan. tersebut
dijawab oleh pendekatan yang dilakukan oleh Vayda denga:1 mempelajari , aspek
khusus dari kehidupan masyarakat dengan asumsi dasar bahwa fenomena' yang
diamati terjadi juga ' dibelahan- bumi lainnya. Pengamatan terhadap aspek khusus
tersebut selalu dibantasi oleh ' konteks obyek pengamatan. sehingga pertanyaan
mengenai lama atau tidaknya suatu penelitian jawabannya adalah ' sangat ditentukan
oleh seberapa luas fenomena sosial yang 'diiuJ1ati berasosiasi denganberagam aspek
kehidupan individu yang diamati pada beragam tingkatan anal isis 0ndividu.
komunitas. desa regional. nasional ataulnterriasional)~ ' dan seberapa laaspengua'saan
peneliti tentang konsep-konsep yang terkait dengan fenomena yang sedarig -diteliti.
Seorang pawang laut (nelayan unggul) sudah mengantisipasi terlebih dahulu situasi
I - Fond~si, Te~ri dan Oiskursvs Ekologi Manusill 67
-Antropoloal Ekologi
iklim. ciri-ciri ekologi dimana ikan bergerombol. jenis-jenis dan ukuran ikan .yang
akan- ditangkap pada waktu tertentu. dan dengan pengetahuannya tersebut dia akan
menentukan pilihan alat tangkap apa yang akan dibawanya. 'Oengan demikian dia
tidak perlu berlama-Iama di laut. karena lokasi. sasaran. jenis dan ukuran ikan yang
akan ditangkap dengan peralatal1 yang dibawar.ya sudah sedemikian jelas baginya.
DAFTAR PUSTAKA
Ad,iwibowo. SoerjCJ (1983) Sistem Ekologi Tambak dan Sawah d: Wilayah Pesis;r Kabupaten
Kl1.rawang. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ahimsa-Putra. Heddy Shri (1994) Antropologi Ekologl:' 8eberapa Teori (Jan
Perkembangal7nya. Masyarakat Indonesia. Majalah Ilmu-lImu 50sial Indorlesia.
4. 1-50. Lembaga IImu ?engetahuan. jakarta .
••.• ~----,-----. (2003) Prologue: 'Oari Ekonomi Moral ke Politik Usaha dalam Ahimsa-Putra.
2003. Ekonomi Moral. Rasional. dan Poftik dalam Industri Keol di jawa. Hal.
1-60.
Bennett. john W. (1976) The Ecological Transition: Cultural Anthropology andHuman Action.
Pergamon Press Inc. New York.
Bates. Mrston (1953) Human Ecology dalam Antropology Today: An E"Cyclopedic Inventory.
A.E. Kroeber. ed. Hal. 700-713. The University of Chicago Press. Chicago.
Foster. George M. (1986) Antropologi Kesehatan. Terjemahan. UI-Press. jakarta.
jerome. NoW .• Pelto. G. And Kandel. R.F. (1980) An Ecological Approach to Nutritional
Anthropology in jerome. N.W.. Kandel. R.F .. , and Pelto. G. Nutritional
Anthropology. · Contemporary Approaches to · Diet 0; Culture. ~edgrave
Publishing Company. Pages: 13-46. New York.
Geertz. Clifford (1983) Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, Yayasan
Obor. Jakarta.
Hardesty. Donald l. (1977) Ecolog'/cal Anthropology. john Wiley. New York.
Hastorf. CA. (1993) The Ecosystem Model and Long-Term Prehistoric Change: An Example
from Andes dalam Moran. E.F. The Ecosystem Approach in Anthropology. From
Concept to Practice. Mancester University Press. Pg. 131-158. Mancester.
Iskal)dar., j. (20() 1) Manusia. Budaya dan lingkungan. Kajian Ekologi Manusia. f:l,umaniora
Utama Press. Bandung.
~ndel. R .. F .• Pelto. G. And.jerome. N.W. (1980) Introduction in jerome. NW .. Kandel. R.F ..
. and Pelto. G Nutritional Anthropology. Contemporary Approaches to Diet 0;
Culture. Redgrave'Publishing,Company. Pages: 1-112. New York.
Little., Paul E. ' (1999) Environments and Environmentalisms in Anthropological Research:
Fa~inga NewMillenium. Annual Review Antropologi. 28: 253-84, "
" , ,' . . " :
Marzali. Amri (2000) Ekologi Kultura(dCfnpeterminismeLingkungan. Makalah. Bahan Kuliah
68
Pengantar Antropologi Sosial Budaya. Program Studi Antropologi. Program
Pascasarja~a Universitas Indonesia: Tidak Diterbitkan. '
1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Mo'nusia :
Anfropologi Ekologi
Moore. S.F. (1993) Hukum dan Perubahan Sosial: Bidang Sosial Semi Otonom sebagai Suatu
Topik Studi yang Tepat dalam T.O. Ihromi (Penyunting): Antropologi Hukum.
Sebuah Bunga Rampa,: Yayasan Obor Indonesia. Hal: 148-193. Jakarta.
Orlove. B.S. (1977) Cultural Ecology: a critical essay and bibliography. pp. 283-296. in A.T
Rambo ed. ConceptiJal Aoproaches to Human Ecology: A Source Book on
Alternative Paradigm for The Study of Human Interaction with The
Environment. East-West Environmen~ and Policy Institute. llawaii.
Pelto. P.J. and Gretel H. Pelto (1994) Antropological Research: The Structure of Inquiry.
Second Edition. Cambricige University Press. Cambridge.
Rcmbo. A. Terry (1981) Conceptual Approaches to Human Ecology: A Sourcebook on
Alternative Parad/gms for The Study of Human Interactions With . The
Fnvironment. East-West Environment and Policy Institute. ·Honolulu. Hawaii.
USA.
Rappaport. Roy (1968) Pigs For The Ancestors: Ritual in the Ecology of a New Guinea People.
Yale University Press. London.
Scoones. I. (1999) New Ecology and T,he Sodal Sciences: What Prospects for a' Fruitful
. Engagement? Annual Review Antropology 28: 479-507. .
Suparlan. Parsudi (1996) Antropologi untuk Ir.donesia dalam Effendi., dkk. (eu.) 1996.
Membangyn Martabat Manusia. PerJnan IImu-lImu Sosial Oillam .
Pembangunan. Gajah Mada University Press. Hal. 191-209:
Vayda. Andrew P. (1983) Progressive Contextualization: Methods for Research in Human i I
Ecology. Human Ecology. 45. 265-281. Plenum Publicashing Corporation.
---------------. (1987) Explaining What People Eat: A Review Aitide: Good to Eat: Riddles of .
food and Culture. By Marvin Haris. Human Ecology. 15: 493-510. Planum
Publishing Corporation. .
.--------------. (1989) Explaining Why Manngs Fought. Journal of. Antrophological Research.
Page: 1 59-1 77. Mexico.
--------------- {1991) Book Reviews. Discordanies: A New Ecology for Rhe Twenty-first
Century. By Daniel B. Botkin. Human Ecology 3: 423-427.
--------------- (1993) Ecosystem and Human Action: Human as Components of Ecosysterr:.
Springer-Verlag. New YorK. .
--~------------. (1996) Methods and Explanations ill The Study of Human Actions and Their
Environmental Effects. ClFOR. Bogor.
Vayda. A. P. et al (2000) Doing and Knowing: Question about Studies of local Knowledge.
Departemen of Human Ecology. New Brunswick. .
Vayda. A. P. and Ahmad Sahur (1996) Bugis Settlers in East Kalimantan's kutai National Park:
. Their Past and Present adn Some Possinilities for Their future. ClFOR. Bogor. : ..
Vayda. A.P. dan B.J. McClay (1975) New Directions in Ecology and Ecological Antropology.
Annual Review of Anthropology 4: 293-306:
Vayda, A.P. dan Rappaport(1968) Ecology, Cultural and Non·Cultural rJJ1Mn Introduction to
Cultural Anthropology. J.A. Clifton (ed). Houghton Miffln. Boston •
• 7.'
I - Fonda,I, Teorl dan DIskurlul Ekolo;1 Manusla 69
'Antropologi Ekologi
.,,--
I Clri ~has ilmu antropo1ogl " dibanding dengan ilmu-ilmu sosial lalnnya adalah '" bahwa dalam se~iap
analisisnya para antropolog selalu menggunakan titik pandang masyarakat setempat
2 Konsep inti budaya mengacu pada pengertian bahwa pada setiap budaya atau kelompok masyarakat
terdapat sebuah kebudayaan yang sangat menertukan ciri dan keberadaan tindakan-tindakan manusia.
sedangkan unsur-unsur kebudayaln lain tidak terlalu memiliki banyak pengaruh: atau mengikuti arah
kecel1derungan inti budaya atau disebut sebagai kebudayaan selebihnya.
3 Teknologi sebagai inti budaya menunjukkan bahwa jika teknologi berubah. maka seluruh elemen
kebudayaan lain a'<an mengalami perubahan. J. Steward menggunakan istilah tekno-ekonomi untuk
menyatakan bahwa dalam pel1gguanaar"l teknologi selalu teriring cara-cara menggunakan teknologi
terse but dalam kegiatan-kegiatan produksi. Teknologi dalam hal ini adalah alat-alat produksi.
sedangkan ekonomi adalah cara-cara penggunaan alat-a!at produksi :ersebut
4 Parsudi Suparlan (1996) membedakan pola kebudayaan menjadi pola "bagi kelakuan" dan pola -dar I
" kelakuan". Pola "bagi kelakuan" merujuk pada kebudayaan sebagai pedoman yang digunakan oleh
manusia untuk bertindak. Sedangkan "pola dari" merujuk pada kelakuan yang tampak secara aktual.
atau kelakuan yang ditampilkan oleh warga dalam kehidupan sehari-hari.
5 Konsep"adaptif" yang digunakan oleh Bennett diganti oleh Ahimsa-Pl!tra dengan ~onsep "adaptasi" .
. Konsep adaptasi dianggapnya memungkinkan peneliti terhindar dari pembuktian adaptif atau tidak.
Konsekuensi dari penggantian istilah tersebut adalah bahwa setiap perilaku dipandang sebagai suatu
upaya untuk menyesuaikan diri dengan suatu lingku:1gan agar tujuan yang dinginkan tercapai atau
masalah yang dihadapi dapat diatasi (Ahimsa-Putra. 2003: 12). !
6 Dalam hal pola adaptaSi' ekologi. para pakar ekologi mempunyai tiga buah pendapat yang berbeda:
. (1)" Determinisme. suatu pandangan yang menyatakan bahwa lingkungan alam merupakan faktor
determinan atau penentu bentuk kebudayaan manusia yang terbentuk di lingkungan itu. (2)
Po.ssibilisme. suatu pandCingan yang menyatakan bahwa lingkungan alam merupakan faktor pembatas
" bagi 'timbulnya kebudayaan manusia di Iingkungan terse but dan (3) Cultural ecology (ekologi
-·budaya). suatu pandangan yang menyatakan bahwa kedua pendapat'tersebut benar. dan karena itu
pandangah terakhir ini lebih melihat dinamika ke-salingtergan~ungan antara manusia dengan
lingkungan hidupnya dari pada mempersoal~an perbedaaan kedu~ pandangar, sebelu'!'nya.
7 "Mengenal hal Inl. penulis mengutip hubungan-hubungan kompleks tersebut dari tulisan Johan Iskandar
(200): 7-l0}: Manusia. Budaya dan lingkungannya, Ekologi Manusia, 2001. Humaniora Utama Press .
.. Bandung. "
1- Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
\ l •
Comments
Post a Comment