Skip to main content

Sinopsis Sexy Killer


Sexy Killer

Gila bener film ini, sexy killer. Begitu gambalang, begitu berani mengupas tuntas masalah yang selama ini tidak dianggap masalah. Masalah yang diatasnamakan dengan takdir kehidupan. Kesalahan atas nama kemampuan yang menjadikan jebakan kehidupan berputar putar tanpa arah dan pencapaian yang jelas. Orang yang berwenang tidak peduli, bahkan melempar tanggung jawab kepada orang lain.
Bersembunyi dibalik tupoksi yang rumit. Membiarkan semua tanpa ada perkataan yang harus didengar. Bahkan cenderung melawan kaum yang tidak mengerti. Sampai gus mus berkata ”aku harus bagaimana?” Ributkan jadinya?
Jika kamu sebagai penonton, kamu akan merasa terpanggil untuk ikut serta dalam pembelaan dan perlawanan terhadap tiran. Itu akan menjadikan kamu sesak nafas. Kehidupan kamu akan terhimpit oleh berbagai teror yang menandai bahwa kamu orang salah, melawan kebenaran penguasa. Kematian akan sangat diharapkan kedatangannya, seperti mendung yang membawa berita.
Kamu tidak bisa berkata, bahkan menyebut nama mereka yang membawakan untukmu malaikat israfil. Tiada bahasa yang bisa engkau cerna saat berkata dan semua hanya debu yang berhasil engkau sedot dari rongga pernafasan. Itulah akhir dari sebuah tindakan keji yang  boleh dkatakan takdir dari kehidupan.
Bunga-bunga disuruh mekar agar cepat dipetik dan dinikmati keharumannya. Menyisahkan sebatang tangkai tanpa mahkota dan kelopak. Semua diberangus oleh mereka yang mencintai keindahan. Dimana kami harus memuja sang atasan? Jika langit mengirimkan badai untuk membunuh para pendusta, menyelewengkan hak rakyat yang tidak tahu cara berbicara dengan baik. Segerakanlah pergantian kehidupan, agar kami yang mencintai kehidupan bisa memberikan nafas kepada mereka yang kesulitan bernafas. Menjulurkan tangan agar bisa terus menuntun sampai ditujuan dan bermain bersama dengan kehidupan dunia yang penh kemakmuran.
Aku pergi, katamu dalam surat mandat tanpa tanda tangan. Pergi mengurus yang lain, yang lebih indah berkicau dipagi hari. jika rindu, jangan salahkan aku pulang untuk mengurus dirimu lagi. Karena itu tugasku, pulang dan pergi hanya demi sebuah keasyikan dari rutinitas yang aku sebut kesenanganku. Kesenanganku memuaskan hasrat yang aku pendam dulu. Dulu sebelum aku bisa berjalan bahkan menatap langit berbintang.
Kalau kamu suka, ikuti saya. Saya akan tunjukan kepadamu apa yang aku sukai dan apa yang aku benci. Seperti langit yang luas, sengaja menurunkan hujan kepada bumi yang berdiam diri tanpa diminta.
Oh ya, apa kabar? Kamu yang merasa syedih dengan apa yang saya lakukan. Ini hanya untuk bermain-main tidak sungguhan. Seperti kembang api yang dimainkan anak kecil dipinggir jalan. Tidak ada yang perlu kamu risaukan. Aku juga akan pulang kerumah untuk istirahat sejenak dan akan kembali bermain. Apa saya yang salah?
Kamu juga, berdiam saja dirumah tidak ada yang menarik dari permainanku. Karena hanya aku dan kawan-kawanku yang bisa memainkan permainan ini sedangkan kamu, kita beda kasta. Kamu tidak akan pernah bisa melangkah maju sedikitpun untuk sebuah permainan yang manis.

Comments

Popular posts from this blog

Di Luncurkan

 Sejak bulan Mei akun adsense saya di luncurkan. Bahagia sekali rasanya. Padahal belum tau bagaimana cara kelola uangnya. Setidaknya saya di bukakan pintu untuk cari duit di dunia digital.  Sekarang lagi mikir gimana caranya dapat duitnya, kasian kalau nganggur.  Apalagi sekarang udah bisa diakses semua informasi Terimakasih semuanya Dari hasil revisi tim google, saya perlu memperbaiki artikel saya (konten)  Saya belum ada ide.  Saya belum siap untuk itu, gini amat saya ya? 

Edisi Ramadan

  10 Malam Ramadan Terakhir ibu Desi Rumah ibu Desi sangat dekat dengan masjid, hanya berjarak 500 meter. Tidak perlu banyak tenaga untuk sampai di masjid. Sehingga ibu Desi selalu melibat diri pada semua aktivitas masjid. Bgi Ibu desi Masjid adalah rumah kedua yang harus dijaga setelah rumahnya sendiri. Masjid bersama dengan semua yang ada disana termasuk para pengunjungnya. Oleh karenanya, Ibu Desi sangat diperlukan untuk menyemarakan bulan puasa, khususnya di masa pandemic ini. Puasa di tahun ini tentu saja agakberbeda dengan tahun sebeumnya, termasuk penggunaan masker, mencuci tangan sebelum masuk masjid dan menjaga jarak. Meskipun kadang beberapa orang masih bebal, termasuk ibu Desi juga. Lupa, ituah alasan paling spetakuler. Yang lainnya, kebiasaanya dekat-dekat biar tambah rapat, eh ini disuruh berjauahan kayak lagi marahan, kan tidak enak dihati. Disaat seperti itu, dia hanya bisa mohon maaf atas khilaf. Semoga virus korona berakhir. Ibu Desi diberikan banyak perint...

Budaya Kredit

  https://press.uchicago.edu/ucp/books/book/chicago/D/bo3646327.html Firth R, Yamey BS, eds. 1964. Capital, Saving and Credit in Peasant Societies: Studies from Asia, Oceania, the Caribbean and Middle America. Chicago: Aldine GregoryCA.1997.Savage Money: The Anthropology and Politics of Commodity Exchange.Amsterdam:Harwood Acad. Publ. Gudeman SF. 2001. The Anthropology of Economy: Community, Market, and Culture. Malden, MA: Blackwell Gudeman SF, Rivera A. 1990. Conversations in Colombia: The Domestic Economy in Life and Text. Cambridge, UK: Cambridge Univ. Pres Keane W. 1997. Signs of Recognition: Powers and Hazards of Representation in an Indonesian Society. Berkeley: Univ. Calif. Press Locke CG, Ahmadi-Esfahani FZ. 1998. The origins of the international debt crisis. Comp. Stud. Soc. Hist. 40(2):223–46 LontH,HospesO,eds.2004.LivelihoodandMicrofinance:AnthropologicalandSociologicalPerspectivesonSavings and Debt. Delft, NL: Eburon Acad. Press Lowrey K. 2006. Salamanca and the...