Sexy Killer
Gila bener film ini, sexy killer.
Begitu gambalang, begitu berani mengupas tuntas masalah yang selama ini tidak
dianggap masalah. Masalah yang diatasnamakan dengan takdir kehidupan. Kesalahan
atas nama kemampuan yang menjadikan jebakan kehidupan berputar putar tanpa arah
dan pencapaian yang jelas. Orang yang berwenang tidak peduli, bahkan melempar
tanggung jawab kepada orang lain.
Bersembunyi dibalik tupoksi yang
rumit. Membiarkan semua tanpa ada perkataan yang harus didengar. Bahkan cenderung
melawan kaum yang tidak mengerti. Sampai gus mus berkata ”aku harus bagaimana?”
Ributkan jadinya?
Jika kamu sebagai penonton, kamu
akan merasa terpanggil untuk ikut serta dalam pembelaan dan perlawanan terhadap
tiran. Itu akan menjadikan kamu sesak nafas. Kehidupan kamu akan terhimpit oleh
berbagai teror yang menandai bahwa kamu orang salah, melawan kebenaran
penguasa. Kematian akan sangat diharapkan kedatangannya, seperti mendung yang
membawa berita.
Kamu tidak bisa berkata, bahkan
menyebut nama mereka yang membawakan untukmu malaikat israfil. Tiada bahasa
yang bisa engkau cerna saat berkata dan semua hanya debu yang berhasil engkau
sedot dari rongga pernafasan. Itulah akhir dari sebuah tindakan keji yang boleh dkatakan takdir dari kehidupan.
Bunga-bunga disuruh mekar agar
cepat dipetik dan dinikmati keharumannya. Menyisahkan sebatang tangkai tanpa
mahkota dan kelopak. Semua diberangus oleh mereka yang mencintai keindahan. Dimana
kami harus memuja sang atasan? Jika langit mengirimkan badai untuk membunuh
para pendusta, menyelewengkan hak rakyat yang tidak tahu cara berbicara dengan
baik. Segerakanlah pergantian kehidupan, agar kami yang mencintai kehidupan
bisa memberikan nafas kepada mereka yang kesulitan bernafas. Menjulurkan tangan
agar bisa terus menuntun sampai ditujuan dan bermain bersama dengan kehidupan
dunia yang penh kemakmuran.
Aku pergi, katamu dalam surat mandat
tanpa tanda tangan. Pergi mengurus yang lain, yang lebih indah berkicau dipagi
hari. jika rindu, jangan salahkan aku pulang untuk mengurus dirimu lagi. Karena
itu tugasku, pulang dan pergi hanya demi sebuah keasyikan dari rutinitas yang
aku sebut kesenanganku. Kesenanganku memuaskan hasrat yang aku pendam dulu. Dulu
sebelum aku bisa berjalan bahkan menatap langit berbintang.
Kalau kamu suka, ikuti saya. Saya
akan tunjukan kepadamu apa yang aku sukai dan apa yang aku benci. Seperti langit
yang luas, sengaja menurunkan hujan kepada bumi yang berdiam diri tanpa
diminta.
Oh ya, apa kabar? Kamu yang
merasa syedih dengan apa yang saya lakukan. Ini hanya untuk bermain-main tidak
sungguhan. Seperti kembang api yang dimainkan anak kecil dipinggir jalan. Tidak
ada yang perlu kamu risaukan. Aku juga akan pulang kerumah untuk istirahat
sejenak dan akan kembali bermain. Apa saya yang salah?
Kamu juga, berdiam saja dirumah
tidak ada yang menarik dari permainanku. Karena hanya aku dan kawan-kawanku
yang bisa memainkan permainan ini sedangkan kamu, kita beda kasta. Kamu tidak
akan pernah bisa melangkah maju sedikitpun untuk sebuah permainan yang manis.
Comments
Post a Comment