Skip to main content

Paradigma Ekoogi Budaya dalam Pertanian Padi

 Feliz Sitorus

Paradigma Ekologi Budaya untuk Pengembangan Pertanian Padi

Pertanian sebagai interaksi berinti budaya antara benih, tanah dan Tenaga


Permasalahan pertanian menyangkut pada dua hal: pertama, produktivitas usaha dan kedua, kesejahteraan petani. 

Dalam pengembangan pertanian kita menggunakan paradigma khusus sebagai pendekatan pengembangan pertanian, kita mengenal istilah revolusi hijau/revitalisasi pertanian.

1979-1983 Indonesia menjadi eksportir beras, yang berarti indonesia menjadi swasembada pangan. Setelah tahun tersebut pertanian padi mengalami penurunan mulai ditahun 1994. Bisa dikatakan bahwa revolusi hijau gagal dalampembangunan pertanian yang berkelanjutan sehingga diperlukan paradigma baru.



Sebelum mengenal lebih jauh mengenai paradigma baru, mari kita mengenal paradigma lama terlebih dahulu.

Ada 3 fokus yang dijadikan dasar dalam produktifitas pertanian.

1. Sumber daya alam 

2. Sumber daya buatan

3. Sumber daya manusia

Sumber daya alam yang berarti tanah yang dikelola agar bisa menghasilkan padi.

sumber daya buatan yang berarti semua bahan kimia (obat-obatan dan pupuk yang digunakan dalam peningkatan produktivitas padi.

sumber daya manusia yaki orang-orang yang berkecimpung langsung maupun tidak langsung danlam pengolahan lahan pertanian.

Dalam paradigma lama, orang-orang berfokus pada sumber daya buatan (pupuk, obat-obatan dan bahan kimia lainnya. Efek negatif dari revolusi hijau adalah masyarakat mengalami kemandegan dalam bertani. Hanya mengandalakan sumber daya buatan sehingga kreatifitas dalam pengolahan atau peningkatan produktifitas pertanian menurun.

Masyarakat menahan diri dalam menyelesaikan permasalahan pertanian, yang ada para tenaga penyuluh yang sengaja memberikan solusi dengan cara menjual berbagai bahan kimia dalam menyelesaikan masalah hama dan gulma yang resisten. 

Dilihat dari bagaimana kegagalan pertanian melalui paradigma lama maka, diperlukan paradigma baru yang berbasis pada ekologi budaya.

Pertanian padi yang berbasis ekologi budaya melihat kedalam mengnai pengunaan benih, tanah dan tenaga.

Benih unggul berdasar pada pemilihan bibit yang sesuai dengan kondisi lahan sehingga tidak memerlukan bahan kimia dan pupuk yang menjadi pemborosan dana.

Jenis pertanian padi yang ada diindonesia beragam, hal tersebut dikarenakan kondisi geografis yang berbeda pula. Untuk tanaman padi basah berpusat dijawa sedangkan di indonesia timur lebih ke pertanian padi kering, di kalimantan pertanian lahan gambut. Tentu saja perlakukan terhadap tanah berbeda dan penggunaan bibit yang berbeda.

Dari bibit dan tanah yang berbeda diperlukan orang orang yang kompeten dalam hal ini memahami pertanian dalam peningkatan produktivitas pertanian padi. Setiap daerah memerlukan laboratorium khusus untuk peningkatan mutu bibit dan tanah sehingga tidak menunggu penyuluhan pertanian yang berasal dari luar daerah atau pemerintah.

Setiap petani dari daerah tertentu berkewajiban untuk memahami dengan baik mengenai kondisi lahan dan bibit unggul daerah, hal ini agar mereka bisa membantu menyelesaikan permasalahn padi dengan cepat serta peningkatan produktifitas padi.


Kesimpulan

Peningkatan produktifitas pertanian padi melalui paradigma baru yang berbasis pada ekologi budaya dalam hal ini meningkatkan mutu benih unggul yang sesuai dengan lahan atau tanah yang tersedia dengan pemberdayaan masyarakat setempat.


Comments

Popular posts from this blog

Di Luncurkan

 Sejak bulan Mei akun adsense saya di luncurkan. Bahagia sekali rasanya. Padahal belum tau bagaimana cara kelola uangnya. Setidaknya saya di bukakan pintu untuk cari duit di dunia digital.  Sekarang lagi mikir gimana caranya dapat duitnya, kasian kalau nganggur.  Apalagi sekarang udah bisa diakses semua informasi Terimakasih semuanya Dari hasil revisi tim google, saya perlu memperbaiki artikel saya (konten)  Saya belum ada ide.  Saya belum siap untuk itu, gini amat saya ya? 

Edisi Ramadan

  10 Malam Ramadan Terakhir ibu Desi Rumah ibu Desi sangat dekat dengan masjid, hanya berjarak 500 meter. Tidak perlu banyak tenaga untuk sampai di masjid. Sehingga ibu Desi selalu melibat diri pada semua aktivitas masjid. Bgi Ibu desi Masjid adalah rumah kedua yang harus dijaga setelah rumahnya sendiri. Masjid bersama dengan semua yang ada disana termasuk para pengunjungnya. Oleh karenanya, Ibu Desi sangat diperlukan untuk menyemarakan bulan puasa, khususnya di masa pandemic ini. Puasa di tahun ini tentu saja agakberbeda dengan tahun sebeumnya, termasuk penggunaan masker, mencuci tangan sebelum masuk masjid dan menjaga jarak. Meskipun kadang beberapa orang masih bebal, termasuk ibu Desi juga. Lupa, ituah alasan paling spetakuler. Yang lainnya, kebiasaanya dekat-dekat biar tambah rapat, eh ini disuruh berjauahan kayak lagi marahan, kan tidak enak dihati. Disaat seperti itu, dia hanya bisa mohon maaf atas khilaf. Semoga virus korona berakhir. Ibu Desi diberikan banyak perint...

Budaya Kredit

  https://press.uchicago.edu/ucp/books/book/chicago/D/bo3646327.html Firth R, Yamey BS, eds. 1964. Capital, Saving and Credit in Peasant Societies: Studies from Asia, Oceania, the Caribbean and Middle America. Chicago: Aldine GregoryCA.1997.Savage Money: The Anthropology and Politics of Commodity Exchange.Amsterdam:Harwood Acad. Publ. Gudeman SF. 2001. The Anthropology of Economy: Community, Market, and Culture. Malden, MA: Blackwell Gudeman SF, Rivera A. 1990. Conversations in Colombia: The Domestic Economy in Life and Text. Cambridge, UK: Cambridge Univ. Pres Keane W. 1997. Signs of Recognition: Powers and Hazards of Representation in an Indonesian Society. Berkeley: Univ. Calif. Press Locke CG, Ahmadi-Esfahani FZ. 1998. The origins of the international debt crisis. Comp. Stud. Soc. Hist. 40(2):223–46 LontH,HospesO,eds.2004.LivelihoodandMicrofinance:AnthropologicalandSociologicalPerspectivesonSavings and Debt. Delft, NL: Eburon Acad. Press Lowrey K. 2006. Salamanca and the...