Skip to main content

Lanjutkan Cerita Ini

Pagi berlalu tanpa kedipan. Tanpa menyadarkan diri yabg terlarut kelelahan. Hanya berhalusinasi menunggu kecapan yang tidak diharapkan. Melarutkan dalam kesunyian. Aku ingin pagi, sepagi mungkin.

Kemarin pagi, aku hilang, tenggelam dalam lelap yang tidak berkesudahan. Mengalirkan kegundahan seperti meriang yang menganggu.

Aku hilang terseret arus waktu sampai di pulau lain yang tidak bernama, tidak bersuara, tidak ada apa-apa hanya pulau saja.

Pulau berwarna hitam, gelap membuatku meraba-raba mencari kesulitan. Kesulitan untuk berkenalan dengan pulau tidak bernama.

Sudah sering sepertinya tetapi tetap tidak mengenali. Seperti malam yang tidak pernah ingin berkenalan dengan auman serigala. Seperti malam yang membenci mata kucing. Seperti malam yang membenci diri ini.

.
.
Perkenalan awal, meninggalkan jejak-jejak yang tidak terlalu buruk. Seperti seekor kadal berjalan sendirian di tengah gurun pasir. Jejak-jejak sepi, aku menyebutnya. 
Pergi menghilang ditelan badai dan masih berpijak. Mengapa engkau melewati jejak itu kembali?  Saat badai telah menyapu halus dari sebuah perkenalan. Sulit bagi saya untuk mengenali masa perkenalan kita.

Bagiku, kamu adalah pria yang independent. Tidak memiliki keterkaitan hubungan yang hampa sepertiku. Tidak memiliki lika liku kisah yang tidak baik untuk diperdengarkan namun, penuturanmu tadi malam membuatku mengumam tenang. Bahwa setiap jiwa dengan segala kepemilikannya adalah rahasia setiap raga sampai engkau menuturkannya. 

Aku ragu, jika hati memilih hati apakah otak masih berperan penting seperti seorang ibu membeli sayuran untuk dimasak? Rasanya salah, jika hakim mengetuk palu sebelum semua hubungan-hubungan persoalan lebih dijelaskan. Aku menuturkan lagu disaat tidak yang tepat. Seperti angin yang membawa debu menerbang ke mata. Ada sakit yang bisa orang salah memilih jalan.

Namanya Ranto. Aku memanggilnya kak Ran. Seperti namanya dia menyukai berlari dengan membawa sekeping hati. Bermelodi, kata kak Ran. Dan saya tidak paham. Kelak akan tiba saatnya, dimana sebuah keputusan diambil. Membuat

Comments

Popular posts from this blog

Di Luncurkan

 Sejak bulan Mei akun adsense saya di luncurkan. Bahagia sekali rasanya. Padahal belum tau bagaimana cara kelola uangnya. Setidaknya saya di bukakan pintu untuk cari duit di dunia digital.  Sekarang lagi mikir gimana caranya dapat duitnya, kasian kalau nganggur.  Apalagi sekarang udah bisa diakses semua informasi Terimakasih semuanya Dari hasil revisi tim google, saya perlu memperbaiki artikel saya (konten)  Saya belum ada ide.  Saya belum siap untuk itu, gini amat saya ya? 

Edisi Ramadan

  10 Malam Ramadan Terakhir ibu Desi Rumah ibu Desi sangat dekat dengan masjid, hanya berjarak 500 meter. Tidak perlu banyak tenaga untuk sampai di masjid. Sehingga ibu Desi selalu melibat diri pada semua aktivitas masjid. Bgi Ibu desi Masjid adalah rumah kedua yang harus dijaga setelah rumahnya sendiri. Masjid bersama dengan semua yang ada disana termasuk para pengunjungnya. Oleh karenanya, Ibu Desi sangat diperlukan untuk menyemarakan bulan puasa, khususnya di masa pandemic ini. Puasa di tahun ini tentu saja agakberbeda dengan tahun sebeumnya, termasuk penggunaan masker, mencuci tangan sebelum masuk masjid dan menjaga jarak. Meskipun kadang beberapa orang masih bebal, termasuk ibu Desi juga. Lupa, ituah alasan paling spetakuler. Yang lainnya, kebiasaanya dekat-dekat biar tambah rapat, eh ini disuruh berjauahan kayak lagi marahan, kan tidak enak dihati. Disaat seperti itu, dia hanya bisa mohon maaf atas khilaf. Semoga virus korona berakhir. Ibu Desi diberikan banyak perint...

Budaya Kredit

  https://press.uchicago.edu/ucp/books/book/chicago/D/bo3646327.html Firth R, Yamey BS, eds. 1964. Capital, Saving and Credit in Peasant Societies: Studies from Asia, Oceania, the Caribbean and Middle America. Chicago: Aldine GregoryCA.1997.Savage Money: The Anthropology and Politics of Commodity Exchange.Amsterdam:Harwood Acad. Publ. Gudeman SF. 2001. The Anthropology of Economy: Community, Market, and Culture. Malden, MA: Blackwell Gudeman SF, Rivera A. 1990. Conversations in Colombia: The Domestic Economy in Life and Text. Cambridge, UK: Cambridge Univ. Pres Keane W. 1997. Signs of Recognition: Powers and Hazards of Representation in an Indonesian Society. Berkeley: Univ. Calif. Press Locke CG, Ahmadi-Esfahani FZ. 1998. The origins of the international debt crisis. Comp. Stud. Soc. Hist. 40(2):223–46 LontH,HospesO,eds.2004.LivelihoodandMicrofinance:AnthropologicalandSociologicalPerspectivesonSavings and Debt. Delft, NL: Eburon Acad. Press Lowrey K. 2006. Salamanca and the...